Hari pertamanya sekolah sudah diawali dengan kesialan.
Jingga bangun kesiangan, lalu mobil yang dikendarai sopir keluarganya mendadak mogok, mana dia belum sarapan pula. Benar-benar awal yang sempurna.
"Maap ya Non Jingga, biar saya orderkan go-car ya?" ucap Pak Sulaiman, sopir keluarganya.
"Gak apa-apa kok, Pak. Saya jalan saja, lagian sudah dekat juga," jawab Jingga.
"Aduh tapi Non, nanti Non kelelahan," ucap Pak Sulaiman tak enak hati.
"Tenang aja, Pak, saya kuat kok. Jalan lurus terus aja kan, Pak?"
Jingga mengambil tas ransel kecilnya yang berwarna krem.
"Ayo bapak bantu nyebrang," ucap Pak Sulaiman hendak bergegas turun.
"Eh gak usah pak, Bapak telepon aja tukang bengkelnya. Saya turun dulu," pamit Jingga sambil tersenyum manis.
"Yasudah, hati-hati ya Non, nyebrangnya di depan sana saja biar aman."
"Siap, pak."
Jingga kemudian turun dari mobil dan berjalan menuju zebra cross untuk menyeberang, mumpung lampu masih berwarna merah.
Tetapi langkah Jingga terhenti saat matanya tak sengaja menatap seorang lelaki yang duduk di atas motornya untuk menunggu lampu berubah warna menjadi hijau.
Alamater yang mereka pakai juga sama berwarna biru gelap. Jingga menatap lambang sekolah di almamater itu, sama dengan lambang sekolah di almamater yang dia pegang.
Jingga bersyukur dalam hati, dia bisa nebeng dengan pria jangkung itu. Dengan penuh percaya diri, Jingga melangkah mendekat.
"Bisa nebeng gak?" tanya Jingga. Cowok itu menoleh.
Dari balik helm fullface nya dia menatap gadis pendek yang sudah berdiri di samping motornya.
Dengan santainya, gadis itu mengetuk kaca helm cowok itu, hingga mau tak mau cowok itu membuka kaca helm fullface nya.
"Siapa ya?"
Kerutan di keningnya menandakan dia kebingungan. Siapa yang tidak bingung jika orang asing tiba-tiba minta nebeng?
"Kamu siswa Jakarta Internasional School juga kan? Boleh ya aku nebeng." Jingga memasang wajah polosnya, apalagi tatapan matanya yang terlihat penuh harap.
Cowok itu berdecak, tersisa 10 detik sebelum lampu berubah warna.
"Naik!"
Jingga bersorak, kemudian segera saja dia naik di atas motor sport keluaran terbaru itu walau sedikit kesusahan.
Tepat sedetik setelah dia duduk, cowok itu segera melajukan motornya karena lampu telah berubah warna menjadi hijau.
🌞
Begitu tiba di sekolah, Jingga merasa menjadi pusat perhatian, tetapi dia memilih acuh.
"Maka--"
Cowok itu sudah berlalu dari hadapannya tanpa menolehkan kepala sama sekali sebelum Jingga menyelesaikan ucapannya.
"--sih," lanjut Jingga kemudian dia melangkah menuju tata usaha di lantai satu.
Jingga menghela napas kemudian mengetuk pintu kaca itu. Terdengar suara masuk dari dalam.
Jingga mendorong pintu kaca itu lalu langsung disambut dengan seorang wanita paruh baya yang tersenyum ramah.
"Matahari Jingga?"

KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT JINGGA
Novela JuvenilCover mentahan : Pinterest (@DFortescue) Langit sangat sulit diraih, sama seperti Langit Biru Wiraatmaja. Dia terlalu cuek dan ketus, kalau bicara seperlunya saja itupun hanya untuk marah. Tetapi, Langit tak selamanya biru. Perlahan, hati Langit mu...