Bagian Sembilan

2.3K 468 24
                                    

"Kok malah ke sini kak?"

Jingga menatap Langit dengan bingung karena bukannya mengantar pulang, lelaki itu malah membawa Jingga di sebuah gedung pencakar langit.

Langit tidak mengatakan apapun, dia mengambil sebuah paper bag dari jok belakang kursinya. Langit ingat, Erina menaruh pakaian santai di mobilnya yang akan digunakan saat ke mall diam-diam untuk shoping.

"Ayo turun, ganti pakaian lo di toilet," ucap Langit mengabaikan pertanyaan Jingga. Jingga baru hendak kembali membuka suara tetapi Langit sudah meletakkan paper bag di pangkuannya dan turun dari mobil.

Jingga segera turun lalu dia mengikuti langkah Langit yang lebar. Langit melangkahkan kakinya menuju toilet.

"Sana, ganti pakaian," ucap Langit.

"Ini pakaian siapa? Pacar kakak?" tanya Jingga dengan polosnya.

"Pacar gue kan lo," jawab Langit dengan santai. Mendengar jawaban itu entah mengapa malah membuat jantung Jingga berdetak kencang.

Tanpa mengucapkan apapun lagi, Jingga segera bergegas menuju toilet. Jingga mengeluarkan isi dari paper bag yang tadi diberikan Langit. Sebuah kaos dari brand ternama dan jeans yang Jingga yakin juga harganya tidak main-main.

"Punya siapa ya?" gumam Jingga penasaran.

Sementara di depan pintu masuk toilet, Langit mengeluarkan ponselnya yang berdering, panggilan telepon dari Ayahnya. Langit kembali mengingat-ingat, dia tidak ada janji apapun pada Ayahnya ataupun adik-adiknya.

"Halo, Assalamualaikum Ayah."

"Wa'alaikumussalam, Abang di mana?"

Kening Langit berkerut, tumben sekali Ayah menanyakan keberadaannya.

"Abang di kantornya Om Beni, Yah. Ada apa?"

"Nanti sore bisa jemput Bunda? Sekitaran jam 5, Ayah ada dinas luar."

"Oh iya Yah, nanti Abang jemput Bunda."

"Ada perlu apa Abang ke kantor Om Beni?"

"Pengen aja, Yah."

"Ya sudah, Ayah tutup dulu ya, Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam Ayah."

Sambungan telepon itupun berakhir. Langit menghela napas, padahal niatnya ke sini untuk melihat sunset walaupun itu masih ada beberapa jam lagi.

"Kak?"

Langit mendongakkan kepalanya dan mendapati Jingga sudah mengganti seragam sekolahnya dengan pakaian milik Erina. Bukan tanpa alasan, Langit tidak ingin Jingga masuk angin karena memakai pakaian lembab.

Tanpa mengucapkan apapun, Langit menarik tangan Jingga menuju lift.

"Kita mau ke mana sih kak sebenarnya?" tanya Jingga menyuarakan rasa penasarannya.

"Rooftop," jawab Langit.

"Ngapain?"

Langit menghela napas.

"Lo selain cebol, bawel juga ya. Ikut aja gak usah pake nanya, bisa?"

Jingga cemberut.

"Iya bisa," jawab Jingga kemudian dia tidak membuka suara lagi hingga mereka tiba lantai teratas gedung itu. Mereka masih harus menaiki anak tangga untuk mencapai rooftop karena tidak ada akses lift hingga rooftop.

"Kakak mau bunuh diri ya?"

Memang dasarnya Jingga kalau sudah penasaran tidak akan bisa diam sampai rasa penasarannya terjawab.

LANGIT JINGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang