"Aduh, cita-cita gue apa ya?"
Sudah puluhan kali Jingga mendengar keluhan itu keluar dari bibir Erina sejak tadi. Entah itu di kelas, perpustakaan, hingga kantin.
Tadi pagi Erina membawa kabar dari Langit untuk mengumpulkan biodata diri serta cita-cita. Tujuannya agar mereka bisa diarahkan masuk organisasi apa untuk bisa mengasah bakat dan mengarahkan pada cita-cita mereka agar tercapai.
"Ingga, lo mau jadi apa?" tanya Erina menatap Jingga yang sedang menyantap batagor.
"Dokter," jawab Jingga, singkat. Erina menghela napas.
"Kok cita-cita kalian menguras otak semua sih? Dokter, Guru, Ahli gizi, gue yang anak kentank gimana dong?" omel Erina dengan kesal.
"Lo liat aja pekerjaan orang dewasa terus pilih deh yang bakalan lo tulis di biodata," ucap Cassandra memberi saran.
"Yaelah banyak banget tahu, Cas," jawab Erina dengan sewot.
Jingga hanya menatap keributan itu dengan wajah polosnya. Karena kesal, Erina mengeluarkan cermin bulatnya dari dalam saku seragamnya.
"Pekerjaan Apa yang cocok buat orang yang gak betah di rumah kayak gue, wahai cermin ajaib?" tanya Erina pada pantulan wajahnya sendiri.
"Lo gila? Nanya kok sama cermin," cibir Elias
"Biar kayak dongeng Cinderella, kan nanya ke cermin, wahai cermin ajaib, siapa yang paling cantik di negeri ini?" ucap Erina dengan semangat. Jingga mengulum senyumannya.
"Snow White bego! Cinderella mah sepatu kaca," jawab Cassandra dengan sewot.
"Iya oke! Jadi cita-cita gue Apa ya?" Erina berusaha berpikir keras.
"Lo jadi tour guide aja yang freelance," ucap Cassandra kembali memberi saran
"Dih! Enggak!" Ketus Erina lalu dia sibuk dengan pikirannya. Tak lama kemudian senyumnya mengembang.
"Gue tahu harus jadi apa!"
"Apa?" tanya Jingga, Cassandra, dan Elias bersamaan.
"PRAMUGARI! Gue harus bilang ke Abang!"
Erina beranjak sebelum pergi dia tersenyum pada cermin.
"Terimakasih Tuhan telah memberi pencerahan lewat cermin ajaib."
"ERINA GILA!"
Jingga tertawa dengan tingkah absurd Erina.
"Aduh aku kebelet, mau ke toilet bentar ya," ucap Jingga lalu dia beranjak berdiri dan berjalan dengan tergesa.
Saat Jingga keluar dari toilet, dia malah berpapasan dengan Langit. Padahal beberapa hari ini Jingga menghindari lelaki bertubuh atletis itu.
Langit hanya menatap Jingga sekilas kemudian dia melangkah mendahului Jingga. Jingga menghela napas lega, jantungnya selalu bekerja dengan cepat jika melihat Langit.
"Yuk balik kelas, ini si Erin udah spam chat," ajak Cassandra. Dia menarik tangan Jingga dengan lembut menuju kelas mereka.
🌞
Langit tersenyum tipis membaca biodata seseorang yang menarik perhatiannya belakangan ini. Matahari Jingga Dedrick.
"Modus terselubung tuh namanya, Lang," cibir Gavin sambil ikut membaca kertas berisi biodata Jingga. Langit berdecak kesal lalu segera menyimpan kertas itu diantara tumpukan kertas lainnya.
"Bukannya Gara juga tertarik sama Jingga?" tanya Gavin. Langit hanya mengedikkan bahunya, dia tidak peduli dengan hal itu. Toh, rasa tertarik Langit hanya sebatas karena gadis itu sangat ceria.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT JINGGA
Teen FictionCover mentahan : Pinterest (@DFortescue) Langit sangat sulit diraih, sama seperti Langit Biru Wiraatmaja. Dia terlalu cuek dan ketus, kalau bicara seperlunya saja itupun hanya untuk marah. Tetapi, Langit tak selamanya biru. Perlahan, hati Langit mu...