Bagian Lima Belas

913 145 14
                                    

Langit menghela napas pelan lalu menghembuskannya. Dia menatap tangannya yang masih gemetar kemudian decakan keluar dari bibirnya.

"Lo kenapa lemah banget sih, Lang?" gumam Langit. Tadi Ayah memarahinya karena Langit lupa menjemput Dera di tempat les sehingga Dera harus dijemput oleh Bunda.

"Abang..."

Langit segera menyembunyikan kedua tangannya saat Dera menyembulkan kepalanya dari balik pintu kamar Langit.

"Kenapa?" Tanya Langit dengan kening yang berkerut samar.

"Maafin aku ya, karena aku jadinya Abang dimarahi Ayah," ujar Dera. Dia tahu sekali jika kakaknya berbuat kesalahan sekecil apapun, Ayah akan memarahinya. Ayah mereka memang baik, namun tidak pernah bisa menerima kesalahan apapun, Dera juga paham pasti begitu besar beban yang ditanggung Abangnya itu.

"Bukan salah kamu, Abang yang minta maaf karena lupa jemput kamu," ucap Langit. Dia benar-benar tidak membayangkan Dera menunggunya berjam-jam. Tadi dia menemani Jingga untuk membeli keperluan camping dan makan malam di dekat monas. Mungkin juga karena kesibukannya untuk persiapan camping, Langit jadi lupa ada janji untuk menjemput Dera.

"Aku paham kok Abang pasti sibuk. Tapi Abang gak apa-apa kan?"

"Gak apa-apa." Langit menjawab sambil tersenyum tipis.

"Yaudah, aku mau tidur dulu ya, Abang," pamit Dera. Langit menganggukkan kepalanya.

"Besok ke sekolahnya Abang yang antar. Kali ini gak lupa kok," ucap Langit. Dera tersenyum lebar.

"Oke Abang!" Dera yang duduk di kelas 2 SMP itu berseru senang lalu dia berbalik kembali ke kamarnya. Dengan Langit, Dera selalu bisa merasakan sosok seorang kakak. Jika kebanyakan orang mengatakan anak tengah tidak dianggap, maka Dera pengecualian.

Sejak dia kecil, Dera bisa merasakan bagaimana Langit peduli padanya walaupun kakaknya itu terlihat cuek. Langit juga sering membelikannya mainan dengan uang jajannya. Lalu setelah kelahiran Bhumi, Langit juga akan selalu mengajaknya bermain bersama, tidak hanya berdua saja dengan Bhumi.

"Kamu kenapa belakangan ini ceroboh, nak?"

Kilasan ucapan Ayahnya tadi kembali terngiang di pikiran Langit. Langit mengepalkan tangannya kemudian dia mengeluarkan sesuatu dari dalam ransel sekolahnya. Sebuah jangka. Langit menatap ujung jangka yang tajam kemudian meletakkan ujungnya di bagian lengan kirinya.

"Abang!"

Langit langsung menjatuhkan jangkanya saat panggilan itu terdengar lalu beberapa detik kemudian pintu kamarnya terbuka. Bhumi tersenyum padanya.

"Bhumi mau bobo sama Abang boleh?" Tanya Bhumi dengan wajah penuh harap.

"Boleh," jawab Langit. Jantungnya masih berdetak kencang karena kaget. Bhumi tersenyum lalu naik ke tempat tidur Langit.

"Adek tadi mimpi buruk jadi takut," ucap Bhumi.

"Gak nangis kan tapi?" Tanya Langit dengan khawatir. Bhumi menggelengkan kepalanya.

"Kan kata Abang gak boleh nangis, kalau takut sendiri bisa ke kamar Abang," jawab Bhumi yang baru saja lancar mengucapkan huruf R

"Pinter. Sekarang tidur, berdoa dulu ya," ucap Langit. Bhumi mengangguk patuh, setelah berdoa anak empat tahun itu memejamkan matanya kembali.

Bagi Bhumi, Langit adalah kakak yang menjadi idolanya. Jika Dera adalah kakak yang menyebalkan bagi Bhumi, maka Langit adalah kakak paling baik menurut Bhumi. Langit selalu menjaganya, selalu menemaninya, dan yang paling penting selalu membelanya dari Dera.

LANGIT JINGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang