Minggu ulangan tengah semester akhirnya berhasil dilalui oleh siswa-siswi Jakarta International School. Jingga keluar dari ruangan lebih dulu karena telah selesai mengerjakan soal ulangan. Kebetulan kelas 11 dan 12 sejak sabtu kemarin sudah selesai ulangan lebih dulu, jadi hidup Jingga 2 hari ini tenang karena tidak direcoki oleh Langit.
"Oi! Cebol!"
Jingga menghentikan langkahnya, baru saja dia berpikir bisa tenang, panggilan menyebalkan itu malah terdengar. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Langit?
Lelaki itu melangkah dengan santai menghampiri Jingga, sebelah tangannya menenteng sebuah paper bag berukuran sedang.
"Kak, panggilannya bisa diganti? Aku malu tau dipanggil cebol," ucap Jingga begitu Langit tiba dihadapannya.
"Gak bisa," jawab Langit tanpa berpikir panjang. Dia kemudian mengangsurkan paperbag itu untuk Jingga.
"Buat lo," ucap Langit dengan wajah jutek. Kening Jingga berkerut lalu menerima paperbag pemberian Langit dan melihat isinya. Dua box permen cokelat.
"Kak Langit beliin buat aku?" tanya Jingga.
"Gak usah geer, itu dikasih sama Oma, gue kurang suka makanan cokelat gitu, daripada di buang mending gue kasih ke lo," jawab Langit. Jingga menggaruk pelipisnya.
"Makasih kak, tapi--"
"Gak usah nolak bisa gak? Gue mau ke ruang Osis dulu," ujar Langit memotong ucapan Jingga lalu dia pergi sebelum Jingga membuka suara lagi.
Jingga menghela napas berat, menatap dua box permen cokelat itu dengan ekspresi nanar dan menatap punggung Langit yang berjalan menjauh kemudian dia menghela napas panjang.
"INGGA! BESTIE GUE YANG IMUT!"
Seruan itu terdengar seantero kooridor, padahal masih ada siswa lain yang mengerjakan soal ulangan. Erina berlari menghampiri Jingga begitu dia keluar dari ruangan dan melihat Jingga. Gadis heboh itu tidak peduli dengan teguran pengawasnya, yang penting ulangannya sudah selesai.
"Dari siapa nih?" Erina mengambil alih paper bag di tangan Jingga lalu melihat isinya.
"Waah, lo dikasih sama siapa? Ini permen cokelat enak banget, gue kalau minta sama Bang Langit gak di kasih, soalnya ini permen kesukaan dia. Gue mau dong satu, boleh ya?" Celetuk Erina dengan wajah ceria.
Jingga mengerjapkan matanya dengan wajah bingung, jelas-jelas tadi Langit mengatakan padanya jika tidak menyukai makanan manis.
"Ing, boleh gak? Kok diem aja?" tanya Erina karena Jingga tak kunjung memberi jawaban.
"Ambil aja semuanya buat kamu," jawab Jingga. Daripada dia tidak memakan permen itu, lebih baik dia bagikan saja.
"Beneran?" Erina menatap Jingga dengan wajah ceria, kapan lagi dia bisa mendapat permen cokelat enak ini secara gratis tanpa harus dimarahi terlebih dahulu.
"Iya, kasih buat Cassy sama Elias juga jangan lupa," ujar Jingga. Erina mengangguk semangat.
"ELIAS! CASSY! JINGGA KASIH KITA COKELAT BANYAK BANGET!" Seru Erina sambil berlari menuju ruangannya, kebetulan Erina seruangan dengan Elias. Jingga ikut menyusul Erina.
"Erina Nasution! Berisik lagi, kertas jawaban kamu saya kasih nilai kosong ya," ucap pengawas ruangan Erina. Jingga menggelengkan kepalanya, sedangkan Erina memasang cengirannya.
"Maaf, Bu. Ibu mau cokelat gak? Biar mood nya bagus, gak marah-marah," ucap Erina. Jingga menepuk pelan jidatnya sedangkan Ibu Yuslina, sang pengawas hanya berdehem pelan dan teman seruangan Erina yang mendengar itu berusaha untuk tidak tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT JINGGA
Novela JuvenilCover mentahan : Pinterest (@DFortescue) Langit sangat sulit diraih, sama seperti Langit Biru Wiraatmaja. Dia terlalu cuek dan ketus, kalau bicara seperlunya saja itupun hanya untuk marah. Tetapi, Langit tak selamanya biru. Perlahan, hati Langit mu...