MUSTAFA?

9K 264 1
                                    

“Segini banyaknya dan gede-gede, masih seger lagi. Baunya laut banget. Serius ini dari Tami?” tanya Dinda sambil tegak lalu menghadap pria berbaju basah dan bersorot mata tajam.

Wanita bertubuh indah ini menatap ke sorot mata yang beberapa hari telah familiar baginya. Ia tersenyum, seakan-akan minta jawab secara tak langsung, apakah benar yang dirasakan.

“Terima kasih banyak, ya, Pak. Banyak banget ini. Tolong bilang ke Tami, makin sayang aku ke dia. Soulmate banget, deh.”

Gito yang mendengar perkataan sang istri langsung menoleh.

“Sayang, gak boleh berlebihan gitu. Doain segala kebaikan untuknya.”

“Ya, Mas, Maaf. Maklum, masih suka terbawa jaman masih single.”

Gito tersenyum mendengar omongan istri imutnya ini. Ia menyadari sang istri kadang masih terbawa sifat kanak-kanaknya. Dari awal mereka menjalin hubungan kasih selama setahun sebelum akhirnya menikah, Dinda memang terkesan manja.

Apalagi perbedaan umur yang lumayan jauh di antara mereka, yaitu sepuluh tahun. Berasa layaknya paman dengan ponakan. Itu yang membuat Gito amat sayang kepada Dinda dan ingin terus menjaga agar wanita imutnya tak menangis.

“Mas, Mbak, saya permisi dulu. Mau buru-buru pulang,” ucap pria berbaju basah itu sambil menggigil.

“Oh, ya, Pak. Terima kasih. Ini ada sedikit buat beli lauk,” ucap Gito sembari memberi selembar uang yang dirogoh dari saku celana.

“Terima kasih banyak, Mas. Saya pamit.”

Pria ini lalu menyalami Gito dan Dinda. Wanita berambut lurus ini tak membaui aroma kasturi di antara mereka.

Kok aneh? Berarti bukan Mustafa? tanyanya dalam hati.

Kedua mata Dinda menatap lekat tubuh pria berbaju basah tanpa berkedip hingga tubuhnya hilang bersama motor yang dikendarainya.

Namun, alangkah kaget hati Dinda, saat matanya menatap sosok tegap berpakaian kasual keluar dari mobil di seberang jalan. Sosok pria yang ia kenali betul postur dan body languange-nya.

Gila! Mustafa menuju ke sini. Mau ngapain? Nekat!

“Mas, kita masuk, yuk!” pintanya kepada Gito sembari menggandeng lengan sang suami.

“Ayo!”

Dinda benar-benar takut, Mustafa akan lakukan yang diucapkan tadi. Ia tahu kekasih gelapnya sedang cemburu dan bisa saja berlaku yang tak masuk akal. Memang, Mustafa makhluk tak masuk akal di mata manusia, tapi bagi Dinda tidak.

Wanita ini telah gelap mata mencintai makhluk yang nyata-nyata bukan dari bangsa manusia. Ia sudah tak mampu berpikir bahwa dirinya adalah istri dari Gito. Seorang pria penyabar yang sangat tulus mencintainya.

Setelah keduanya telah masuk, Dinda buru-buru menutup pintu lalu menguncinya.

“Sayang, kenapa dikunci segala?”

“Biar gak ada orang masuk rumah tanpa izin.”

Tentu saja, jawaban Dinda barusan terdengar aneh di telinga sang suami.

“Kalo ada tamu pasti akan ketuk pintu dan kasih salam dulu. Kenapa sih?” tanya Gito seketika saat lengannya ditarik Dinda untuk mendekat ke jendela.

“Aku merasa dia orang jahat, Mas,” ujar Dinda sambil menunjuk ke arah sosok pria gagah berpakaian fashionable yang sedang berjalan ke arah teras.

Hati Dinda makin tak karuan, seketika keringat dingin membanjiri raut wajah dan telapak tangan. Rembesan air ikut membasahi lengan Gito yang dicengkeram sang istri. Pria berambut cepak ini mengamati ekspresi kecemasan di raut wajah Dinda.

“Sayang? Kita ke ruang tengah aja. Kalo di sini, justru bisa diliat,” ucap Gito sambil berganti memegang tangan sang istri dan mengajak segera beranjak.

Mereka baru saja duduk di kursi ruang tengah saat terdengar suara ketukan di pintu depan. Keringat dingin makin membanjiri wajah Dinda. Wanita berwajah manis ini merasa kebingungan. Meski ia mencintai Mustafa, tapi bukan berarti mau diajak ke dunia sosok halus itu selamanya. Ia tak menyangka kekasih gelapnya akan senekat ini.

“Assalammu'alaikum.”

Pasutri ini mendengar suara salam dari luar rumah. Jantung Dinda semakin berdebar-debar, keringat dingin membasahi wajahnya.

“Salam wajib dibalas, walau lirih, “ucap Gito sambil memegang erat kedua tangan sang istri di atas meja.

“Wa’alaikumussalam,” balas salam Gito lirih.

Dinda tersenyum senang ke arah sang suami. Ia tak menyangka suami lugunya bisa berbuat konyol juga. Namun, hal itu tak berlangsung lama. Ketika ucapan salam dari luar yang kedua kali terdengar, Gito langsung melepas genggamannya lalu bangkit.

“Mas liat bentar, kayaknya benar-benar penting. Kamu di sini aja, biar Mas yang keluar,” kata Gito lalu melangkah ke depan.

Dinda mendengar anak kunci diputar dan suara pintu dibuka perlahan.

“Wa'alaikumussalam.”

“Alhamdulilah, ada orangnya. Kirain gak ada orang Mas.”

“Tumben, Bos Muda cari saya. Silakan masuk!”

Dinda mendengar sepasang kaki melangkah ke arah ruang tamu.

Mas Gito kenal dengan Mustafa? Kok bisa?

Dinda dibuat penasaran juga akhirnya. Langkah kakinya berjingkat ke arah pinggir tirai penyekat ruang tengah dengan ruang tamu. Dinda menyingkap sedikit pinggir tirai membuat celah untuk mengintip ke ruang tamu.

Kok lain orang? Barusan yang kuliat Mustafa. Ini beda, kata Dinda di dalam hati.

“Tenang, Jamila! Aku tak perlu keliatan untuk menculikmu,” suara bernada serak basah tepat di samping Dinda.

Wanita ini pun terkejut, menjerit tertahan menutup mulut dengan telapak tangan. Kakinya seketika mundur beberapa langkah. Mustafa menghampiri Dinda lalu melepas telapak tangan sang wanita yang menutupi mulut, sedang tangan yang kiri memeluk punggung sang wanita.

“Jamila,” ucap Mustafa mendekatkan bibirnya.

“Sayang!” teriakan Gito saat membuka tirai seketika melenyapkan sosok Mustafa dari hadapan Dinda.

Peristiwa ini sungguh di luar dugaan sang wanita dan membuatnya gelagapan. Dua mata buatnya melotot indah menatap suaminya tanpa mampu berkata.

“Kok gitu? Macam liat hantu,” ucap Gito mendekat ke arah sang istri lalu memeluknya.

“Mas, tadi siapa?”tanya Dinda setelah bisa menguasai keadaan.

“Yang barusan bos muda. Anak owner yang akan ambil alih perusahaan,” jawab Gito seraya melepas pelukan lalu menatap sang istri mesra.

“Alhamdulillah, Sayang. Mulai besok, Mas kerja siang terus dapat kenaikan gaji dan bonus.”

“Alhamdulillah. Kok bisa, Mas?”

“Bos Muda yang menginginkan Mas jadi pengawal dia selama kerja.”

“Maafin aku, Mas. Aku terlalu khawatir tadi.”

“Gak papa, Sayang. Mas ngerti keadaan kamu.”

Tingkah laku pasutri itu tak lepas dari tatapan jengkel Mustafa. Sosok tampan ini seketika mendengus dan suara getarannya berhasil melepas tirai penyekat terbang ke arah ruang tamu lalu terlempar jatuh ke lantai.

Angin dingin beraroma kasturi menguar menyengat memenuhi seluruh ruangan. Aroma itu semakin tajam menusuk rongga hidung pasutri ini hingga menyesakkan dada keduanya. Tiba-tiba asap putih terhampar menutupi pandangan Gito maupun Dinda.

“Audzubillah Himinas Syaiton Nurokim. La Haula Wala Quwwata Illa Billah.”

Suara Gito bergema seantero ruangan hingga mampu membuat asap mengepul, menipis pelan-pelan lalu terdengar suara dentuman sangat keras bagai dinding ambrol membuat lubang di lantai. Namun, tak tampak kerusakan apa pun dalam ruangan.

JIN PENGHUNI RUMAH KOSONG LEBIH PERKASA DARI SUAMIKU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang