Ular kobramulai melata mengelilingi tempat tidur. Sang ular berderik ketika pada saat bacaan terakhir mulai dilantunkan lalu menyelinap masuk sprei dan hanya gerakannya saja terlihat.
Aroma kemenyan dan dupa menguar memenuhi ruangan tersebut. Seketika bulu kuduk ketiganya berdiri.
“Astaghfirullahhal adzim! Audzubillahiminasyaitonirojim,” ucap ketiganya serentak.
Secara bersama-sama ketiganya membaca Ayat Kursi. Ajaib! Setelah bacaan selesai tampak asap putih mengepul menyelimuti permukaan sprei lalu menghilang. Gerakan di bawah sprei tiba-tiba melambat lalu diam.
Gito segera mengambil penebah lalu memukulkan ke permukaan kasur dan tak ada sesuatu yang tersentuh. Pria ini mengangkat salah satu sisi sprei lalu dari setiap sisi menyingkapnya dan benar-benar tak ada apa pun di bawah sprei.
Akhirnya sprei disingkap keseluruhan lalu dilipat. Gito diikuti Dinda melongok ke bawah ranjang, sedangkan Bu Teti mencari setiap sudut ruangan dan memang ular tersebut sudah tak ada lagi.
“Alhamdulillah udah lenyap,” ucap Gito seraya mengusap raut wajah dengan telapak tangan kanan.
“Alhamdulillah, aman, Bu,” ucap Dinda sembari memeluk sang mertua.
“Ya, Nduk. Alhamdulillah, Ibu deg-deg an tadi. Untung Ibu keburu bangun.”
Bu Teti buru-buru keluar kamar lalu melangkah ke dapur. Wanita separuh bayaini kembali dengan membawa semangkuk kecil garam dan sebuah tusukan yang berisi cabe besar, bawang merah serta bawang putih.
“Untuk apa, Bu?” tanya Gito sambil mendekati sang ibu.
“Biar ularnya gak balik lagi, Le.”
“Astaghfirullah hal adzim! Itu syirik, Bu. Gak usah lakuin lagi! Cukup dengan doa.”
“Ini ajaran Mbok Wo dan selalu ampuh, Le.”
“Justru dia telah bersekutu dengan setan. Tinggalkan cara Mbok Wo! Cukup baca ayat-ayat suci.”
“Iya, Bu. Tinggalkan cara-cara sesat demi keselamatan kita semua,” ucap Dinda dengan tatapan sedih. Wanita ini benar-benar sudah trauma dan tak mau berhubungan dengan dunia gaib lagi.
“Astaghfirullah! Maaf, Ibu lupa. Kebiasaan lama,” ucap Bu Teti yang kemudian balik menuju dapur untuk mengembalikan barang-barang tersebut.
Gito hanya bisa geleng-geleng melihat perilaku sang ibu. Pria berambut cepak ini mengajak Dinda untuk salat tahajud. Mereka segera berwudu lalu melangkah ke musala untuk melaksanakan salat sunah.
“Ibu ikutan. Tunggu!” pinta Bu Teti yang segera berwudu.
“Sekalian habis ini kita tadarus sambil tunggu saat Subuh,” ucap Gito yang berdiri menunggu kesiapan Bu Teti.
Di saat penghuni rumah sedang sibuk persiapan salat tahajud. Entah dengan cara apa, Mbok Wo sudah sampai depan rumah Gito. Wanita renta ini berjalan mengelilingi rumah diiringi suara burung tekukur. Suara langkah kaki terseret memecah keheningan malam dan ini didengar secara seksama oleh Gito dan Dinda.
“Dek, kamu denger suara langkah?”
“Iya, Mas. Dari depan rumah jalan ke belakang. Siapa, ya, malam-malam gini. Maling?”
KAMU SEDANG MEMBACA
JIN PENGHUNI RUMAH KOSONG LEBIH PERKASA DARI SUAMIKU
TerrorDinda dan Gito adalah pasangan pengantin baru. Mereka mengarungi rumah tangga baru dua bulan. Gito yang bekerja sebagai sekuriti, sering kali meninggalkan Dinda seorang diri di rumah saat malam hari. Sementara di samping rumah kontrakan mereka terda...