Kini di tanah depan teras letaknya persis lurus menghadap pintu masuk, Bu Teti memberi tanda.
Pak Kiai segera meminta salah satu santri membantu memusnahkan tumbal tersebut dengan cara gaib.Tampak sang santri berkeringat saat membaca doa dan itu dirasakan oleh Pak Kiai juga.
“Astaghfirullah hal adzim! Subhanallah! Allahu Akbar!”
Pak Kiai menggeleng-geleng sambil tersenyum karena keheranan dengan yang telah Bu Teti lakukan.
“Bu, percaya dan yakin, hanya Allah sebaik-baiknya pertolongan.”
“Iya, Kiai. Saya minta maaf telah khilaf,” balas wanita separuh baya ini sembari menunduk.
“Mohon maaf pada Allah lalu segera bertobat dan jangan lupa kasian anak dan menantu yang telah jadi imbas perbuatan Ibu.”
“Iya, Kiai.”
“Buat bahan renungan bersama. Jangan percaya bujuk rayu setan. Yang bisa menjaga kita dari mara bahaya dan juga gangguan ilmu hitam sekali pun hanya Allah. Mohon perlindungan hanya pada-Nya.”
Bu Teti semakin merasa bersalah mendengar wejangan dari Pak Kiai lalu memeluk Dinda dan mencium pucuk rambut sang menantu.
“Maafin Ibu, Nduk! Gara-gara Ibu, kamu jadi tersakiti.”
Dinda tak membalas ucapan Bu Teti. Wanita muda ini hanya mampu terisak-isak dalam pelukan sang mertua.
Acara pengajian telah berakhir. Para santri telah membersihkan tikar dan peralatan lain. Para tetangga berpamitan satu persatu dan diikuti oleh Pak Kiai beserta para santri. Kini, tinggal Gito, Dinda dan Bu Teti melepas kepergian mobil Pak Kiai dari depan rumah.
“Alhamdulillah. Akhirnya kita tau, apa saja yang bisa mengundang jin. Semoga setelah ini kita bisa lebih berhati-hati lagi," ucap Gito sembari memeluk sang istri.
“Aamiin. Insyaallah, Ibu akan lebih berhati-hati setelah ini.”
“Dinda juga, akan lebih berhati-hati.”
“Mas juga. Kemarin suka kumpulin patung dan gambar-gambar pengundang jin. Kita hijrah bersama menuju kebaikan.”
Bertiga melangkah masuk rumah. Tak terasa sudah waktunya salat Zuhur, mereka pun salat berjamaah. Sementara di rumah kosong, jin Timur Tengah segera memerintah anak buahnya untuk menuju ke rumah pinisepuh yang terkenal sakti.
Begitu anak buahnya menghilang, Mustafa termenung dalam rumah kosong. Tatapan mata tajamnya mampu menembus keadaan dalam rumah kontrakan di sebelah.
“Jamila! Aku telah sakit beberapa kali oleh tua bangka berjenggot putih. Aku tak akan menyerah begitu saja.”
Ucapan jin Timur Tengah ini mampu didengar oleh Dinda yang sedang melakukan tahiyat akhir. Di sela bacaan doa mengikuti Gito sebagai imam, wanita ini beristighfar berkali-kali. Ia tak mau masuk perangkap jin itu lagi.
Astaghfirullah hal adzim! Ya Allah lindungi hamba sekeluarga dari godaan setan yang terkutuk. Hanya pada-Mu, hamba memohon pertolongan.
“Jamila! Aku di sini, menunggumu.”
Embusan angin dingin beraroma kasturi menerpa kulit wajah Dinda dan menyusup masuk ke indra penciuman hingga memenuhi rongga pernapasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
JIN PENGHUNI RUMAH KOSONG LEBIH PERKASA DARI SUAMIKU
TerrorDinda dan Gito adalah pasangan pengantin baru. Mereka mengarungi rumah tangga baru dua bulan. Gito yang bekerja sebagai sekuriti, sering kali meninggalkan Dinda seorang diri di rumah saat malam hari. Sementara di samping rumah kontrakan mereka terda...