°° 03 °°

30 7 2
                                    

"Aa ganteng pulang!" Ravi melongo saat masuk kedalam  rumahnya gelap gulita, biasanya lampu depan selalu dinyalakan.

Dengan wajah panik Ravi cepat-cepat menyalakan semua lampu yang ada, tidak lupa juga dengan televisi yang ikut ia nyalakan.

Dia mengembuskan napasnya gusar, "kenapa kalo pergi lampu rumah selalu dimatiin. Kalo gue di culik Kunti gimana?" Dumelnya duduk di depan televisi menyandarkan kepalanya.

"Hihihihihi,"

"Setan! Ma, ada setan, tolongin aa!" Teriaknya gelagapan menutup matanya dengan bantal di sofa.

Merasa sudah aman, tidak ada suara lagi. Dia membuka penutupnya perlahan, mengamati baik-baik sekitarnya.

"Sial. Pantes ada suara mba kunti, filmnya horor gini." Kesalnya mengganti channel televisi miliknya. Meski hanya di televisi Ravi masih merinding, mungkin karena dia penakut dengan hal seperti itu.

"Tapi, kok gue merinding, ya," gumamnya memegang tengkuk lehernya sembari melirik sekitarnya sedikit was-was.

Ravi berlari secepat kilat menuju kamarnya dengan ketakutan. "Mba kunti, jangan ikutin saya, dong. Gak boleh masuk kamar cowok sembarangan," teriaknya dengan ketakutan.

"Ngikutin gue, ya? Matanya bendol loh masuk kamar cowok, dosanya bertambah juga, loh. Tobat mba kunti, jangan ngikutin gue!" Paniknya ketakutan, dirinya merasa ada yang mengikutinya, padahal cuma bayangannya saja.

Brakk ...

Ravi menutup rapat pintu kamarnya, dia merosot ke bawah lantai dengan napas yang menggos-menggos.

Dia langsung merangkak naik ke kasurnya, menutupi dirinya dengan selimut.

"Mama! Aa di godain mba kunti! Buruan pulang Ma, sebelum anakmu di gondol!" Ujar Ravi berteriak di balik selimut yang menutupi dirinya.

***

Ting ... Tong ...

"Ck, siapa sih malem-malem bertamu?" Dumelnya mendengar bel rumahnya berbunyi. Dengan malas dia membuka pintu rumahnya.

"Hai," sapanya tersenyum simpul.

"Nendra! Lo kok basah kuyup gini?" Seru Azelia heran mengamati temannya dari atas sampai bawah yang basah, seperti tercebur di kolam.

Azelia mengalihkan pandangannya keluar, "lo kehujanan?" Pekiknya sadar di luar tengah hujan cukup deras.

"Masuk," laki-laki itu mengangguk masuk ke dalam di susul oleh Azelia di belakangnya. Dia mengusap kedua lengannya kedinginan.

"Duduk dulu, gue ambil handuk sama baju ganti,"

"Eh, Ze. Handuk aja, yakali gue pake baju Lo," pekiknya membayangkan dress bermotif kuda poni melekat di tubuhnya.

"Cerewet. Diam di situ, lo," sarkas Azelia mengambil handuk untuk temannya.

***

Azelia membuka lemari bajunya, mengambil handuk di bagian paling atas. Karena tingginya yang minimalis, gadis itu menaiki kursi kecil sebagai tumpuannya.

Pandangannya beralih mengamati isi lemarinya. Tangannya terulur mengambil sebuah hodie berwarna biru tua miliknya.

"Gue gak punya celena cowok, pake punya papa aja, deh," dia menutup lemarinya lalu keluar menuju kamar papanya.

Cklekk ...

Azelia menghiraukan aroma kamar orang tuanya, wangi sekali. Tataan kamarnya juga rapi, bersih. Sayang sekali tidak ada yang menidurinya.

63 Hari & IsinyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang