°° 08 °°

27 6 6
                                    

"Zel!" Tegur ustadzah memperhatikan anak muridnya yang satu ini.

Gadis yang duduk dibarisan paling depan tersentak dari lamunannya. "Eh? Iya, ustadzah?" Jawabnya sedikit gelisah.

"Kamu kenapa? Ustadzah perhatikan belakangan ini kamu sering melamun, ada yang ganggu pikiran kamu?"

Gadis dengan hijab cream itu kini menjadi pusat perhatian isi kelas santriwati.

Ia memperhatikan sekelilingnya sedikit gelisah. "E-ehh, nggak kok ustadzah," jawabnya tersenyum kikuk.

Ustadzah itu hanya mengangguk perlahan, lalu melanjutkan kelasnya yang sempat terhenti.

***

"Lo bawa gue kemana sih, Dra?" Dumel Aze merasa lelah sejak tadi berjalan dengan tangan yang di genggaman Nendra.

Laki-laki tidak menjawabnya ia justru membeli es krim dan di berikan pada Azelia. Gadis itu menekuk wajahnya kesal, kakinya lelah berjalan dari tadi.

"Muter dari tadi cuma beli es krim dua biji?" Pekiknya menerimanya.

Nendra tersenyum simpul sembari memakan es krim di tangannya. "Lo inget gak, waktu kita ketemu?"

"Iyalah, mana mungkin gue lupa. Gue dulu penakut banget, ya." Azelia memandang lurus kedepan. Awal dimana ia mendapat teman seperti Nendra.

"Kalo gak ada lo, mungkin gue udah di keroyok," ia terkekeh sesekali memakan es krimnya.

Nendra mengganguk tersenyum. "Daris situ kita sering main bareng, terus gue maksa Papa pindah rumah di sebelah lo."

Azelia tertawa mengingat hal itu. Sederhana. Tapi, sangat bermakna. "Dan dengan gampangnya om Arlan nurut gitu aja, bahkan Tante Nina kebingungan sama permintaan lo."

Sejenak tawa keduanya terhenti mendengar kata 'Nina' terucap.

"Mama gimana ya, Ze disana?" Lirih Nendra melihat ke atas. Sorot matanya berkaca melihat langit biru.

"Gue kangen banget sama masakan Mama lo," Azelia kembali mengingat perlakuan Nina padanya. Ia seperti di jadikan ratu oleh Mama dan Papa Nendra. Terlebih Nendra dengan sikap dewasanya, sosok kakak yang ia impikan.

"Ehh," es krim Azelia melelahkan. Mengejutkan dirinya.

Nendra beralih menatapnya, lalu membersihkan tangan gadis itu yang terkena lelehan es krim dengan satu tangan miliknya.

"Nendra, es krim lo tumpah!"

"Yang penting tangan lo bersih. Es krim bisa beli lagi." Tuturnya sekilas melirik lelehan es krim di bawah kakinya.

Azelia menatapnya dalam. Sudah lama ia tidak menghabiskan waktu dengan Nendra. Secandu ini, mempunyai Nendra sebagai temannya. Bibirnya tertarik, seulas senyum terpajang di wajahnya.

"Udah. Ayok!" Ajak Nendra menggandeng erat tangan Azelia. Mereka berjalan mengelilingi kota. Sembari bercanda gurau. Saling melemparkan tawa yang mungkin akan sangat di rindukan.

"Secandu ini suara tawa lo, Ze."

Malam ini Nendra terbang ke Mesir lebih tepatnya Kairo, sesuai permintaan Papanya. Arlan ingin putranya lebih dalam mengenal agama. Sekaligus mengurus pesantren miliknya.

Laki-laki itu sengaja mengajak Azelia bolos sekolah agar dapat menghabiskan waktu bersama. Ia mengajak Azelia ke pasar malam. Hampir semua wahan mereka naiki.

"Huueeekkk,"

"Jorok banget sih, Lo!" Bahu gadis itu merinding di luar toilet. Ia mendekap mulutnya, memandang pintu toilet aneh.

63 Hari & IsinyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang