*Happy Reading*
"But actually, sadly... I'm never alright"
•
•
•
•
"Perih..." erangnya pelan saat mengoleskan salep pada luka lebam di wajah serta bagian tubuh yang dapat dijangkau. Setiap inci tubuhnya terasa ngilu dan perih, Naira bahkan bingung bagian mana saja yang perlu di obati karena semua bagian tubuhnya terasa sakit. Tulang punggungnya, bahu, wajah hingga lengannya terasa nyeri tiap kali di gerakkan.
Kekerasan yang Daniel lakukan tadi malam benar-benar yang terparah, pipinya bahkan membengkak karena tamparan keras yang Daniel layangkan lebih dari satu kali. Naira tidak tau apa salahnya hingga membuat Daniel amat marah padanya. Pria itu tidak memberikannya alasan yang pasti, atau mungkin Daniel menyakiti tubuhnya sebagai pelampiasan amarahnya.
Naira menundukkan kepalanya, mengusap lembut perutnya, untung saja nyerinya sudah mulai mereda. Sejak semalam, Naira sudah merasakan perutnya tidak nyaman apalagi ditambah kekerasan yang Daniel berikan, perutnya semakin terasa nyeri.
Menghadapi kehamilan kembar saja ia sudah kesulitan, Naira juga harus Menghadapi kemarahan orang-orang disekitarnya. Padahal ia sudah berusaha sebaik mungkin untuk tidak melakukan kesalahan agar mereka tidak memiliki alasan untuk menyakitinya, namun tetap saja tubuhnya dijadikan pelampiasan.
Naira kembali mengolesi salep pada pipinya yang terasa perih saat disentuh, "Yah udah mau habis. Belum ada uang buat beli lagi." Dengusnya saat harus menekan salep agar sisa isinya keluar.
Setelah memastikan lebam tercover dengan sempurna di seluruh wajahnya dengan concealer, Naira menelan pil analgesik agar nyeri ditubuhnya tidak terasa sakit saat dipaksa membersihkan rumah.
Naira menghela nafas berat saat darah dari hidungnya kembali mengalir, padahal sudah ia bersihkan tadi, "Darahnya belum berhenti juga dari semalam." Lirihnya, apa hidungnya patah?
Naira mendongakkan wajahnya keatas, mencegah darah kembali turun dan mengusapnya dengan kapas hingga bersih.
Setelah selesai mengobati luka-lukanya, Naira keluar dari dalam kamar saat jam menunjukkan pukul 5 pagi, ia harus segera membantu Bibi Maria menyiapkan sarapan sebelum Morgan bersiap berangkat kerja.
Saat akan turun melalui tangga, Naira melihat Daniel sedang menelepon di samping tangga. Naira menghentikan langkahnya, dari jarak beberapa meter suara Daniel bisa di dengarnya.
"Aku sibuk Mbak. Belum ada waktu buat kesana."
Daniel menghela nafas, "Iya nanti aku bawa dia ke rumah. Sudah dulu ya. Iyaaa sore nanti."
Terlihat ekspresi Daniel yang kesal, Daniel memutar arahnya yang semula ingin turun ke lantai bawah tapi urung dan berjalan ke ruangan paling ujung. Belum sampai ke tempat tujuannya, dia sudah menemukan yang dicarinya.
Daniel menghampiri Naira, "nanti siang aku jemput, kerumahku."
Setelah mengatakan kalimat singkat tanpa berniat menjelaskan pada Naira, Daniel langsung melangkah pergi, seakan tidak sudi berbicara lama dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Hold On
RomanceTakdir seorang Naira Liandra, gadis yang harus menerima segala kebencian dari keluarganya sendiri sejak dia kecil. Makian, kekerasan bukan hal asing baginya. Ayahnya seseorang yang dulu dia pikir akan melindunginya, berubah menjadi monster paling me...