49

103K 18.1K 4.7K
                                    

Happy Reading 💜💜💜

••••••••

Hatinya mencelos saat mendengar bentakan dari dalam kamar yang sebelumnya dia ketuk. Tangannya yang semula terangkat, kini mulai menurun dengan lemas. Senyumannya yang semula menghiasi wajah juga mulai meluntur.

Nana yang melihat ekspresi tidak enak di wajah Diana tentu sedikit senang, berbeda dengan ekspresi wajahnya yang ikutan sedih.
"Putri, sepertinya Duke sedang ada masalah hari ini. Mohon jangan memasukkannya ke dalam hati." Ujar Nana menangkan.

Diana menoleh pada Nana dengan ekspresi sendu dan mengangguk pelan. Dia melangkah meninggalkan pintu kamar Arsen dengan perasaan berkecamuk.

"Apa aku melakukan kesalahan kemarin, Nana? Padahal menurutku semalam kita terasa begitu dekat." Nampak sekali tatapan gusar di mata Diana saat menatapnya.

Nana tersenyum tipis seolah-olah ikut prihatin dengan keadaan sang Lady.
"Lusa adalah hari pesta digelar. Duke pasti sedang sangat sibuk hari ini Putri, jadi mohon bersabarlah."

"Benarkah begitu, Nana?" Ada sedikit binar di mata Diana begitu mendengar perkataan Nana.

Nana mengangguk,
"Lagi pula semua orang bisa melihat tatapan tertarik Duke saat menatap anda, Putri."

Senyuman lebar kembali tercetak di bibir Diana.
Ya, tidak mungkin juga Duke bisa menolak pesona ku. - batin Diana.

"Dan juga tadi pagi-pagi sekali saya melihat Duke tengah membawa rangkaian bunga yang begitu cantik, tetapi salah satu penjaga tidak sengaja menabraknya sehingga rangkaian bunga itu terjatuh dan rusak. Mungkin saja rangkaian bunga itu untuk diri mu, Putri. Dan Duke merasa kesal karena gagal memberi anda surprise, Putri." Ucap Nana dengan ekspresi yang begitu meyakinkan.

Diana tersenyum lebar mendengar itu. Dia sangat-sangat bahagia saat ini, pundaknya yang tadi terlihat lesu kini sudah menegak kembali.
"Terimakasih, Nana."

"Tentu, Putri."

•••••••••

Tangannya terus saja menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Dengan mata yang fokus menatap suami dan anaknya secara bergantian.

Melihat Felix yang mencorat-coret kertas dengan tinta hitam, anak kecil itu sepertinya sangat senang terlihat di bibirnya yang tak juga menyurutkan senyuman.

Melihat itu, Elle mendadak cemberut.
"Pengen jugaa.." cicitnya dengan bibir yang maju beberapa inci.

Arsen yang mendengar itu menoleh, tangannya mengusap telapak tangan Elle yang berada di atas ranjang.
"Ingin apa, hm?"

Elle menunjuk kertas dan tinta yang dimainkan Felix dengan dagunya.
"Pengen itu."

Arsen mengacak puncak kepala Elle sebelum beranjak mengambilkan beberapa kertas kosong dan juga kuas beserta tintanya.

Menerima uluran kertas dari Arsen membuat Elle tersenyum cerah.
"Terimakasih." Ucapnya tanpa menatap Arsen karena sudah sibuk dengan kertasnya.

Cup

"Sama-sama." Arsen mengecup singkat pelipis Elle.

Mereka kembali sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Maafin anakmu yang banyak dosa ini ya, Bun. - batin Elle dengan tangan yang masih menggores-goreskan tinta di atas kertas hingga membentuk sebuah gambar seorang wanita paruh baya yang masih terlihat begitu cantik. Untuk sejenak dia menatap tangannya, tangan ini bukan sekali dua kali membunuh seseorang melainkan jutaan orang. Dia membunuh jutaan orang akhir-akhir ini.

Nyonya Duchess [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang