Yang namanya putus cinta pasti menyakitkan. Apalagi itu terjadi pada hubungan yang bahkan belum dimulai sama sekali. Tak ada yang berhak menyalahkan pihak yang memilih pergi, karena kendatinya alasan kepergian sosok itu berasal dari kesalahan diri sendiri.
Perih? Tentu saja. Siapa yang tak merasakan itu ketika ditinggal pergi tanpa sebuah kata perpisahan.
Batin menjerit terluka. Fisik remuk redam bagai sebuah jantung yang ditikam brutal kemudian diremas hingga kehabisan darah.Bumi seakan berhenti berotasi. Hidup tak lagi berarti kala kekosongan yang begitu nyata berkerubung melingkupi jiwa.
Wang Yibo!
Satu nama yang selalu Sean sebut di setiap waktu. Ia benar-benar merindu. Rindu akan sosoknya yang selalu hadir menemani di kala senang maupun duka. Rindu padanya yang selalu mengisi hari-hari yang dulu kelam dengan siraman kebahagiaan.
“Kau di mana, Baby?”
Entah sejak kapan Wang Yibo bertahta di hati. Sean tak pernah menyangka bahwa remaja manis yang ia selamatkan tiga bulan lalu dapat memberi dampak yang sangat luar biasa bagi hidupnya.
Kepergiannya telah meninggalkan goresan memanjang di hati. Sean benar-benar hancur sekarang. Ini seperti memiliki tulang rusuk yang patah, tidak ada yang bisa melihat, tapi sakitnya akan tetap terasa setiap kali ia bernapas.
Setelah acara bersimpuh dan memohon di hadapan kedua orang tuanya, Sean tak melakukan apa pun lagi. Ia hanya duduk menatap kosong pada langit-langit kamar.
Baju kotor yang diambil dari keranjang cucian dipeluk erat. Bulir bening tak kunjung henti membasahi wajah ketika aroma khas tubuh Yibo melingkupi indra penciuman.
Memang benar, menangis adalah cara mata berbicara ketika mulut tidak mampu lagi menjelaskan betapa rusaknya hati seseorang.
Lelah, itulah yang Sean rasakan. Ia tak tahu kata lelah itu merujuk ke mana. Apakah pada fisiknya yang terus-menerus menangis menahan hujaman luka atau pada batinnya yang menjerit-jerit pilu akan sebuah perpisahan tak terduga? Entahlah!
“Baby, tolong kembali, Sayang.”
Sean akhirnya jatuh terlelap dengan posisi duduk memeluk kedua lutut yang ditekuk.
Menyedihkan bukan?
Bagaimana bisa orang yang sama memegang peranan sepenting itu. Ia yang awalnya menjadi alasan Sean tersenyum kini berubah menjadi alasan Sean menangis hingga terlelap.
"Kamu mungkin tidak mengerti, ketika kamu memilih pergi melepaskanku yang kau patahkan bukan hanya hatiku, tapi juga harapan dan juga cita-citaku.”
~ Zhanzhan Lee ~
Di belahan dunia lain, tepatnya sebuah negara yang dijuluki ‘Uncle Sam atau Negeri Paman Sam' Yibo berjalan santai dengan pengawalan ketat di sisi kanan dan kirinya. Boneka panda kecil pemberian Sean dimainkan seiring langkah kaki membawa ke luar dari bandara.
Akhirnya, setelah menempuh perjalanan panjang dari Chongqing ke Boston, Amerika serikat, sekitar sembilan belas jam lamanya, Yibo beserta rombongan pun tiba di Boston Logan International Airport.
Yibo tentu tak sendiri, remaja cantik itu didampingi oleh Fanxing dan juga Yubin yang kini telah beralih tugas menjadi pengawal pribadinya atas kehendak Cheng Xiao.
Inilah rencana Cheng Xiao. Istri Xukai itu sengaja mengirim menantu kesayangannya jauh-jauh ke Amerika. Selain untuk meneruskan kuliah di salah satu universitas bergengsi di Cambridge nanti, Cheng Xiao memang sengaja ingin memisahkan keduanya.
Jika Cheng Xiao tidak bertindak, bahkan ketika semua seme di seluruh belahan dunia mengalami siklus reinkarnasi berjuta-juta kali sekalipun, hubungan Sean dan Yibo pasti akan tetap seperti itu.
Seperti berjalan di tempat, hasilnya akan sama seperti semula, tak ada kemajuan. Keadaan terburuknya adalah Yibo memilih pergi. Cheng Xiao jelas tak ingin kehilangan remaja yang telah dipatenkan menjadi menantunya.
Jadi, sebagai orang tua yang baik, Cheng Xiao berinisiatif memisahkan mereka. Memberi jarak dan jeda agar Sean sadar dan bersedia menghadapi perasaannya yang sesungguhnya.
Bukankah perpisahan dapat memicu kesadaran diri seseorang? Hilangnya satu sosok yang selalu mendampingi dapat menyadarkan betapa berharganya orang itu setelah dia pergi. Itulah yang ingin Cheng Xiao capai.
Sedikit kejam tapi apa boleh buat? Semua yang Cheng Xiao lakukan semata-mata untuk menyadarkan Sean yang tidak memiliki pengalaman apa pun tentang cinta.
Tak apa tersakiti dengan sebuah perpisahan. Berkorban demi sebuah kebahagiaan yang menanti di masa depan adalah bayaran yang setimpal menurutnya.
Namun, ada satu hal yang Cheng Xiao lupakan, bahwa tidak semua orang kuat kehilangan sosok tercinta. Tidak semua orang mampu menahan beban yang cukup menyiksa jiwa dan raga. Tidak semua orang mampu bertahan dalam siksaan neraka yang bernama rindu. Tidak semua orang, termasuk Sean putranya.
Kehilangan dapat memicu seseorang menjadi depresi yang berujung menyakiti diri sendiri. Di mana hal itu akan menjadi boomerang bagi rencana Cheng Xiao ke depan.
--- To Be Continued ---
PDF Ready tiap hari yah akak🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
My Baby Boo (Zhanyi) PDF Ready✅
RomansaKeterlambatan Xiao Zhan dalam menyadari perasaannya sendiri membuat dokter tampan itu harus terjatuh dalam kubangan lumpur penyesalan. "Aku merindumu seperti ini. Seperti seekor kupu-kupu yang terbang ke sana kemari mencari sebuah kelopak bunga mata...