“(Name)! Main yuk!” Aku mendengar sebuah suara yang setiap hari aku dengar, tapi entah kenapa suara tersebut terkadang menjadi asing bagiku, sebelum keluar aku mengambil sebuah stoking lengan. Bukan tanpa alasan aku memakai stoking, jelas untuk menutupi barc*de ku hehe.
Aku berlari kecil dan membuka pintu, kulihat lelaki bersurai jingga um… kurasa namanya…Hinata Shoyo! Ya! Itu namanya, dia memamerkan bola voli nya kepadaku. Bisa dilihat, matanya berbinar binar. Aku menggeleng pasrah saat di tarik Hinata ke padang rumput. Kami bermain hingga sore hari. Kami berdua memutuskan untuk pulang.
“Aku pulang…” Tak ada jawaban karena ayah ibuku bekerja sampai larut. Terkadang aku menangis, merengek, dan melakukan hal ‘itu’ jika aku merindukan mereka. Aku ingat sekali, sejak umurku 13 tahun ibu dan ayahku berhenti memanjakanku dan mulai fokus dengan karir mereka masing masing.
Aku bangun pukul 4 pagi, mengganti piyama ku dengan kaus olahraga yang biasa aku pakai untuk olahraga di luar sekolah. Mengecek hp untuk mengirim SMS kepada Hinata.
Hinata Shouyo
Hinata-kun?
04.09Ah! Gomen (Name) aku tadi sibuk mencari sepatuku!
Au sudah siap! Aku di depan rumahmu sekarang
04.15Setelah melakukan pesan singkat aku pergi keluar, sudah bisa di lihat ada Hinata yang sedang melakukan pemanasan.
Diperjalanan jogging kami, Hinata terus mengoceh tentang kekalahan nya melawan Raja Lapangan-Kageyama Tobio. Kami berenti di sebuah bangku taman. Tiba tiba Hinata mengangkat tanganku.
“(Name) mengapa kau melakukan ini?” Seketika aku merutuki diriku karena lupa untuk memakai stoking. Aku diam tak menjawab.
“Jadi ini alasanmu selalu memakai stoking?” Aku mengalihkan pandangan karena aku melihat tatapan tajam dari Hinata. Aku menggigit bibir bawahku lalu mengangguk.
“Kenapa? (Name) kenapa kau melakukan hal konyol seperti ini? Apa kau kurang kasih sayang? Kurang perhatian? Orang tuamu sibuk bekerja karena menafkahi mu (Name)!--(NAME)! JANGAN LARI!” Setelah mendengar ucapan Hinata aku tersadar, apa selama ini sifatku kekanak kanakkan? Aku terus berlari tanpa arah. Sampai aku lupa….
Aku tidak boleh terlalu letih. Aku mengidap sebuah penyakit yang mengharuskanku untuk tidak terlalu lelah. Saat itu juga aku tersadar, ibu dan ayahku bekerja sampai lembur mencari uang karena ingin mengobati penyakitku.
“Hahaha! Tangkap aku (Name)!” “Mari sini kau!” “A-aduh! Ke-kepala ku sakit….” Hinata yang melihat (Name) duduk dan memegangi kepalanya sambil menangis pun panik, dia segera berlari untuk mencari guru dan membawa (Name) ke rumah sakit. Saat itulah (Name) didiaknosa mengalami kanker otak stadium 1.
Ayah (Name) bimbang dengan obat dari resep dokter, bukan karena harga tapi karena efek nya. Efek dari obat nya adalah bisa mengkikis beberapa ingatan perlahan lahan. Maka dari itu (Name) yang selalu minum obat itu perlahan ingatan masa kecilnya mulai hilang. (Name) yang dulu ceria sekrang menjadi pendiam.
Semua pecahan pecahan kecil ingatan muncul di kepalaku, penglihatanku mulai buram, nafasku sesak. Sebelum aku tak sadarkan diri, aku melihat Hinata mendekapku dan mengatakan “Jangan pejamkan matamu (Name)! Kau bilang akan berjanji terus menemaniku (Name)! aku moh---“ Argh.. maaf tapi aku.. mengantuk sekali.
Ayah dan Ibu (Name) segera menuju rumah sakit setelah di kabari oleh Hinata. Mereka sampai, menatap sendu sebuah ranjang yang (Name) tiduri. Terlambat!
Obat yang dokter berikan sudah semaksimal bekerja, tumor mengganas. (Name) sudah tak dapat di selamatkan. Jika kalian beranya kenapa (Name) tak di oprasi jawabannya simple, itu bukan sembarang tumor, penyakit itu memang tak bisa menghilang hanya bisa di tenangkan dengan beberapa obat dan Terapy.
🌧️
“(Name), kau tak menepati janjimu…” Hinata. “Maaf” Hinata terkejut lalu mendongak, dia melihat (Name) memakai dress putih tubuhnya tembus pandang dan melayang.
“(Name) maaf! Harusnya aku tak mengatakan hal itu” Hinata menangis lagi lalu menunduk.
“itu bukan salah mu atau siapapun Sho-Chan!” Hinata menggigit bibir bawahnya. (Name) mengelus surai jingga tersebut.
“Aku pulang ya~ Sho-Chan, Jaa ne” Hinata segera mendongak, matanya membelalak kala melihat tubuh (Name) makin lama makin menglihang, Hinata mencoba teriak namun suaranya seperti tercekak.
Tiba tiba Hinata berada di ruangan gelap, Hinata panik, sesak nafas, oksigen mulai menipis. Berlari memanggil siapa pun yang bisa menolong nya. Nihil Hinata malah semakin tenggelam di ruangan gelap itu.....
"Siapapun...hah...tolong...haah..a-kuuu...." Hinata mulai lemas, O² mulai menipis. Akan kan ada orang yang mau membantu Hinata?
"Sho-Chan... Sho-Chan..." Hinata mendengar samar samar orang memanggil nya. "Siapa? Ku...mo..hon... Tolong....TOLONG!!!'"
“Sho-Chan! Sho-Chan! Bangun! Nanti kau terlambat!” Hinata bangun lalu mengelap keringatnya, mimpi buruk yang benar benar buruk! Pikirnya.
“Mimpi buruk?” Tanya sang wanita itu. Hinata mengangguk “Mimpi yang sangat buruk!” Lanjut Hinata.
Wanita tersebut memegang kedua tangan suaminya lalu berkata, “Apa yang kau mimpikan sampai kau menangis seperti itu Sho-Chan?”.
“Aku… Kehilanganmu (Name)” (Name) yang kini mendapat gelar sebagai suami Hinata Shoyo memeluk Suaminya dan memberi ketenangan. “Itu hanya mimpi, aku tak akan meningggalkanmu”.
Terima kasih untuk yang sudah membaca dan meng- vote ff ini 🐥
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshot Haikyuu
FanfictionDi dalam cerita ini murni imajinasi saya dan pengalaman pribadi. Bila ada kesamaan alur, maaf, itu murni tidak kesengajaan. -Typo itu manusiawi -bahasa baku x nonbaku -beberapa kata kasar -semua karakter milik Furudate sensei (-Name) -art/gambar say...