🍁 Sebuah Fakta 🍁

198 8 0
                                    

🍁🍁🍁

Hari yang dinanti tiba.

Pukul enam tepat udah banyak orang yang kumpul di lapangan sekolah dengan bawa tas besar atau bahkan ada yang bawa koper. Udah berasa mau pergi study tour. Padahal cuma mau kemah dua hari satu malam.

Mereka akan melakukan perjalanan ke bumi perkemahan sekitar dua puluh menit lagi. Dan karena jarak dari sekolah ke lokasi harus menghabiskan waktu sekitar 3 jam, jadi harus berangkat pagi supaya sampai disana gak terlalu siang.

"Kok tuh anak belum dateng ya? Apa jangan-jangan dia gak ikut dan gak nyiapin buat kita?!" Devi berubah panik waktu pikiran negatif itu melintas di kepalanya.

"Gak mungkin, orang gue sendiri yang nemenin dia kemaren."

Dan Devi langsung melotot, heboh seketika waktu Anya ucap demikian. "Apa? Lo nemenin dia? Kok bisa?!"

Mitha juga kaget sih, tapi gak seheboh Devi. Dia sih cuma ngangguk-ngangguk aja sambil senyum penuh arti. "Oohh jadi kemaren Lo pergi karena mau nemenin dia. Oke, ngerti."

Anya langsung berubah panik. Apalagi waktu liat raut dua temennya itu yang keliatan mencurigakan. "Apaan sih? Gak usah mikir yang aneh-aneh!"

"Siapa juga yang mikir aneh-aneh. Emang kita mikir apa Dev?" Mitha tatap Devi, wajahnya keliatan sekali tengah mengejek Anya. Dan itu membuat yang bersangkutan mendelik kesal.

Devi gedik bahu, "Tau—eh tuh anaknya dateng."

Baik Mitha maupun Anya langsung toleh ke arah yang ditunjuk Devi. Disana udah ada Gala yang jalan ke arah mereka dengan bawa tas besar di punggung juga tangannya. Tapi tunggu—ngapain kakaknya Gala juga ikut kesini? Bawa tas besar juga pula.

"Janji ya ini terakhir?"

"Iya kak Garaaa."

"Awas aja kalo bohong, gue aduin bunda!"

"Iya iyaa."

Gala langsung lari samperin kak Anya, langsung menyapa dengan senyum yang gak pernah ketinggalan.

"Kak Anya!"

Senyum Gala gak dibalas—oke ini memang udah biasa—tapi sekarang kak Anya fokusnya mengarah ke orang disamping Gala, dari tatapan nya keliatan banget ada raut gak suka.

"Ya ampun, pangeran dari kerajaan mana ini? Kok gantengnya melebihi luasnya alam semesta ya?" Devi tiba-tiba berceletuk, pasang raut wajah terpesona menatap Gara. Dan itu buat Mitha senggol lengannya.

"Dev apaan sih? Gak usah malu-maluin deh." ucapnya setengah berbisik.

"Gak bisa Mit, ini gantengnya udah overload." tapi Devi sama sekali gak gubris, malah jalan ngedeket ke arah Gara, lalu berdiri disampingnya.

"Hai ganteng namanya siapa?"

Mitha udah tutup muka aja. Malu yang jelas liat kelakuan satu temennya itu.

Sumpah bukan temen gue.

Mungkin dia harus ingetin Devi kalo cowok yang lagi dia godain itu kakaknya si culun.

Tapi disini Gara sama sekali gak tanggapi ocehan Devi. Dirinya malah tatap Anya. Sadar kok, daritadi Anya liatin dia sejak pertama dia dateng kesini.

"Anya? Bisa bicara sebentar?" kak Gara ngomong, yang buat Anya sedikit terkesiap. Sedang Devi wajahnya udah cemberut aja gara-gara kena kacang pangeran tampan.

Walau bingung—tentang apa tujuan cowok ini mau bicara dengannya—Anya tetap mengangguk mengiyakan. Setelahnya berjalan mengikuti Gara yang udah jalan lebih dulu.
















--My Culun Boy--Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang