🍁 Cemburu 🍁

308 13 0
                                    

🍁🍁🍁

"Harus banget ya gue ikut?" Anya lirik pantulan Reza di cermin. Hari ini, dengan beberapa kesepakatan Anya setuju buat terima tawaran Reza beberapa hari lalu.

Berpura-pura untuk menjadi sepasang kekasih selama dua jam di pesta kawannya Reza, Anya rasa tidaklah buruk. Tapi begitu Reza datang ke apartemennya dan bawain dia baju pesta yang menurutnya sangat merepotkan, Anya jadi berpikir ulang soal ini.

Dan melihat raut keragu-raguan itu Reza langsung merengut, "Anya, kita kan udah sepakat kok Lo gitu?"

"Yaa enggak. Gue cuma nanya." Anya berbalik begitu tatanan rambutnya dirasa rapi.

Reza itu banyak mau. Udahlah nyuruh pakai dress yang ribetnya ngalahin gaun nikahan, ditambah rambut pun harus cetar membahana. Untungnya Anya punya sedikit keahlian soal tata menata rambut, jadi mereka gak perlu repot-repot untuk sewa penata rambut.

"Lo harapan gue satu-satunya Anya. Temen-temen gue kan gak ada yang kenal Lo, ditambah Lo satu-satunya sepupu yang gue punya. Jadi dengan amat sangat memohon Anya mau ya bantuin Reza?" meraih tangan Anya untuk digenggam, Reza mencoba merayu. Kasih sedikit binar harap di mata membuat aksinya gak berakhir sia-sia.

Pada akhirnya Anya mengangguk, melepas paksa genggaman Reza di tangannya. "Iya iya ah. Gak usah sok imut gitu."

"Kalo gitu yok berangkat!" Reza senyum lebar lalu berjalan lebih dulu ke basement apartemen. Gak pengertian. Gak tau apa Anya kerepotan sama bajunya, huh?

🍁🍁🍁

Dari pesta mewah di hotel megah mereka harus berakhir disini, jalanan kota yang penuh debu dan terik matahari yang menyorot tepat di atas kepala.

Sepulang dari pesta, di pertengahan jalan, motor Reza tiba-tiba gak mau jalan. Yang mengharuskan mereka buat jalan kaki setidaknya sampai mereka menemukan bengkel terdekat.

Iya, mereka pakai motor buat jadi tunggangan untuk sampai ke gedung pesta. Dan bayangin aja gimana susahnya Anya waktu naik motor itu dengan gaun pesta super ribetnya.

Tapi untungnya Anya bawa baju ganti dan sempat ganti baju sebelum jalan pulang. Jadi sekarang dirinya bisa sedikit lebih santai dengan celana jeans dan atasan biasanya.

Helaan napas entah untuk yang keberapa kalinya dalam hari ini Anya keluarkan. Kakinya berjalan gontai menyusuri trotoar jalan. Dan sesekali, tatapan tajam itu ia layangkan teruntuk manusia di sampingnya—yang tengah kepayahan menuntun motor mogoknya.

"Pokoknya gak mau tau, bayaran gue harus nambah!!" tegas Anya. Gak mau kalau seluruh darah, keringat, dan air mata yang sudah dia keluarkan untuk hal ini terbuang percuma.

Sedang Reza yang merasa gak adil pun menyela, "Loh gak bisa dong, perjanjiannya kan udah disepakati."

"Bodo. Pokoknya gue mau bayaran tambahan!" Anya tetap bersikukuh. Dan Reza yang udah kehabisan tenaga karena harus dorong motornya yang gak ringan itupun terpaksa mengiyakan pada akhirnya.

"Iya iya, nanti gue traktir es."

"Kok traktir es?!"

"Ya terus maunya apaaa?"

"Nasi Padang sama es jeruk."

"Oke."

Percakapan terhenti dengan seporsi nasi Padang dan es jeruk sebagai kesepakatan akhir. Anya udah membayangkan gimana nikmatnya jika kumpulan nasi, daging, sambal, dan komponen lainnya itu masuk ke dalam mulutnya. Juga sudah terbayang bagaimana segarnya minum es jeruk dengan es batu melimpah di tengah hari begini.

--My Culun Boy--Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang