🍁🍁🍁
Setelah beberapa kesepakatan kemarin siang, hubungan Anya dan Devi sudah sepenuhnya membaik. Liat aja, baru juga menginjakkan kaki melewati gerbang sekolah, Anya udah disambut Devi yang langsung peluk dia dari samping.
"Pagi Anyaaaa..." sapa Devi dengan riangnya, sambil senyum-senyum pula. Ya jelaslah bikin Anya heran.
"Apanih? Tumben peluk-peluk."
"Ya gak papa, seneng aja kita udah baikan hehe..."
Anya senyumin aja—walau sedikit gelengin kepala liat tingkah kawannya ini yang kadang susah ditebak. Lega juga sih sebenernya, liat Devi yang sifatnya kayak gini tuh lebih menyenangkan daripada yang diem mulu kayak kemarin-kemarin. Yang itu lebih serem, gak mau liat lagi.
"Anya, langsung ke kantin yuk. Si Mitha udah nungguin katanya," kata Devi yang udah beralih pelukin tangan Anya.
Anya mengernyit, "Mitha? Jam segini udah dateng?"
"Iyaa ayo dia udah dikantin."
Belum sempat protes, tangan Anya udah main ditarik aja sama Devi. Jadi yaudah, ngikut aja.
.
.
.
.
.
."Anya, Lo beneran gak mau? Mumpung di traktir nih!"
Yang ditanya menggeleng pelan, "Gak ah, gak laper."
Hari ini, entah ada angin apa Mitha tiba-tiba bilang mau traktir. Ya jelas Devi yang baru duduk di kursi kantin saat itu langsung lari dan pesen makanan gak tau diri. Banyaknya kebangetan.
Tapi beda lagi sama temen satunya yang cuma duduk aja seakan gak tertarik.
"Ada apa? Ada masalah, ya?" Mitha yang sadar tingkah Anya gak seperti biasanya pun nanya. Tapi malah dapat gelengan kepala dari yang bersangkutan.
Suasana hati Anya itu sebenarnya baik-baik aja, gak ada masalah apa-apa. Tapi begitu liat susu kotak rasa stoberi yang lagi diminum Mitha dirinya jadi merana. Sadar pada kenyataan kalau orang yang selalu kasih dia kotak bekal plus satu kotak susu stoberi itu gak bakalan lagi lakuin kebiasaannya yang satu itu.
Bingung juga sebenarnya, kenapa kebiasaan sederhana begitu bisa berpengaruh sama dirinya sekarang. Padahal dulu Anya selalu berharap supaya kegiatan itu cepat-cepat menghilang dari hidupnya. Dan sekarang apa-apaan? Dirinya malah rindu masa-masa itu. Sialan sekali.
"Anya, tolong ambilin kecapnya dong."
Dan sungguhan, rasanya Anya mau mengumpati Devi dengan seluruh bentuk kata umpatan yang dia tau. Orang lagi galau nih, malah diganggu. Tapi meski begitu tangan Anya tetep bergerak buat ambilin botol kecap didepannya buat dikasih ke Devi.
"Loh, gue baru sadar Lo pake gelang," Mitha nyeletuk waktu sadar ada benda asing dengan warna mencolok yang melingkar di pergelangan tangan sang kawan.
Tangan Anya ditarik halus, ditatap intens setelahnya.
"Dapet dari mana? Cucok amat," Mitha sedikit ketawa diakhir, kedengaran jelas nada mengejeknya.
Mata Anya bergerak cepat gak beraturan, berpikir alasan apa yang tepat buat jawab pertanyaan Mitha. Karena sebenarnya...
.
.
.
.
.Empat puluh lima menit yang lalu.
Waktu lagi masukin buku-buku pelajaran buat hari ini ke dalam tas, mata Anya salah fokus sama kotak kecil di ujung meja belajar—kalau kesenggol sedikit pasti langsung jatuh ke lantai.
Anya ambil kotak itu setelah tutup rapat tas nya, lalu perlahan buka tutup kotaknya. Senyum kecil terbit satu detik kemudian. Gelang dengan hiasan kepala kelinci berwarna pink ditengahnya—pemberian Gala yang katanya sebagai hadiah perpisahan.
Senyum Anya terbit semakin lebar kala membawa gelang itu ke genggamannya, dia usap halus kepala kelincinya.
"Gemes banget sih," gumamnya pelan, sedikit terkekeh.
Sejujurnya Anya sangat suka sama barang-barang begini, tapi orang-orang di sekolah kenalnya dia itu garang dan tegas—jauh dari kata manis dan imut. Apa kata mereka nanti kalau dia malah pakai benda gemas macam itu.
Namun pikiran beda lagi sama perbuatan. Buktinya cuma dalam waktu lima detik, gelang imut itu udah melingkar cantik di pergelangan tangan kirinya.
.
.
.
.
."Ini...gue beli di tukang mainan depan SD. Iseng aja sih gue beli," jawab Anya pada akhirnya.
Dan tentu, Mitha jelas gak bisa percaya gitu aja pernyataan yang Anya lontarkan. Poin pertama, Anya pernah bilang dia kurang suka pakai aksesoris semacam cincin, gelang, atau sejenisnya karena bikin tangannya gak nyaman. Poin kedua, sejak kapan Anya suka barang yang unyu-unyu begitu. Sungguh mencurigakan.
Tapi semua itu Mitha telan sendiri aja, dan berakhir cuma ber'oh ria lalu lanjut makan sarapannya.
...
Keadaan mereka dalam lima menit kedepan itu hening. Gak ada lagi percakapan, ketiganya sibuk sama kegiatan masing-masing.
Sampai tiba-tiba Anya beranjak lalu bilang, "Eh, gue ke kelas duluan ya?"
Dapet balasan kernyitan bingung dari dua temannya.
"Kenapa, buru-buru amat?" ini Mitha yang ujar, Devi ngangguk setuju.
Sedang yang ditanya menggeleng cepat,
"Gak papa, dah ya duluan!"Dan gak butuh waktu lama untuk Devi sama Mitha tau alasan dari langkah buru-buru nya seorang Anya. Karena orang yang datang ke meja mereka beberapa detik setelahnya sambil teriak panggil nama 'kak Anya' udah cukup buat menjelaskan segalanya.
"KAK ANYAA!!! Yah, kok pergi?"
🍁🍁🍁
"Kenapa? Dari tadi gue liat Lo lesu amat,"
"Gak papa."
Jawaban klasik saat ditanya 'kamu kenapa?'
Ck.
Mitha hela nafas, dari gerak-geriknya aja udah keliatan kalau Anya jauh dari kata gak papa.
"Bohong. Lagi ada masalah ya?" Mitha tanya sekali lagi. Sedikit kasih nada intimidasi rupanya boleh juga.
Nyatanya Anya menyerah. Lebih pilih buat bilang jujur akhirnya, "Hhhh...Devi suruh gue buat jauhin Gala."
Mitha mengernyit, namanya gak asing. "Gala? Mantan babu Lo?" tanyanya memastikan.
Anya ngangguk, "Hm."
"Terus apa masalahnya?"
"Ya gue—"
Anya tiba-tiba diam. Iya juga, apa masalahnya? Kenapa dia harus repot-repot galau begini. Kok baru sadar sekarang.
"Lo apa?"
"Gue...." sekarang Anya jadi bingung sendiri. Momen ketika dia bahkan gak bisa untuk menebak perasaannya sendiri itu beneran bikin dia kesal bukan main.
Jauh di dalam hati sebenarnya Anya sedikit sadar apa yang dia rasakan. Kadang kala dirinya mengaku, dia kesepian tanpa ocehan-ocehan Gala juga sapaan pagi bocah itu.
Tapi yang jadi masalah, Anya seringnya denial. Menganggap kalau ini cuma perasaan sesaat yang akan hilang seiring berjalannya waktu. Begitu.
"Hayo lagi pada ngapain??? Ngomongin gue yaa???"
Sapaan sedikit heboh Devi mampu bikin lamunan Anya soal perasaannya buyar total. Anya jadi gak bisa fokus sekarang. Bahkan omongan Devi yang lagi gosipin anak kelas sebelah pun total terabaikan.
Sedang Mitha ditempatnya senyum—bukan karena cerita Devi, dia sama sekali gak nyimak omongan Devi btw.
—cuma, Mitha seneng aja. Karena dugaan nya udah bisa dibenarkan sekarang.
🍁🍁🍁
To be continued...
11/11/22
KAMU SEDANG MEMBACA
--My Culun Boy--
Fiksi Remaja[ Selesai ] Sagala Aditya, si culun yang harus berurusan sama ketua geng pembully di sekolahnya. Apa yang akan terjadi? --My Culun Boy-- Start 06/02/22 End 25/12/22 Cover by me 😬✌️ Note : ini 100% straight yaa, bukan BL :)