'Biar kuingat hari ini sebagai hari paling indah. Dirimu maupun diriku, semoga menjadi cinta yang dapat bersatu.'
𓆩♡𓆪
Enam hari berlalu, enam hari itu pula seorang gadis menunggu. Ia merasa ditipu. Enam hari dilaluinya dengan bangun di subuh hari, Mengendap-endap keluar rumah dan lekas berlari. Gadis yang dengan beraninya menantang dan berlomba-lomba dengan mentari yang ditakutkan akan mendahului.
"Ini hari ketujuh sejak diberikannya surat sialan itu, dan aku tetap menunggunya seperti orang bodoh."
Berbeda dengan kata-kata yang ia utarakan, di dalam lubuk hatinya, sang gadis mengharapkan hal lain. Dipeluk dinginnya angin pagi buta di bibir pantai, duduk di antara jutaan pasir pesisir. Jengganis seperti anjing kelaparan yang menunggu pemiliknya pulang untuk memberi makan.
"Jika dia tidak menginginkanku datang, seharusnya tidak perlu menulis surat yang penuh omong kosong. Mari bertemu apanya. Pada akhirnya aku tetap dibuang," Jengganis berkata pada diri sendiri.
"Lazimnya lelaki," lanjutnya.
Jengganis bermain dengan pasir untuk menepis kebosanannya. Mulai dari menggambar pola acak di atas pasir, sampai membuat bentuk-bentuk gundukan pasir yang aneh dan tidak simetris. Ombak pantai menyentuh kakinya sesekali. Dingin rasanya. Tapi dinginnya tidak menutup rasa kecewa yang sedang menerpa.
Sinar sang surya mulai nampak bergelora. Jengganis menghela nafas pasrah. Mungkin hari ini, sosok yang ia tunggu selama berhari-hari tidak datang lagi. Cukup sampai disini. Jengganis tidak ingin kembali dibodohi.
Setelah kurang lebih tiga jam Jengganis duduk dan menunggu, akhirnya Jengganis bediri. Pantatnya sedikit mati rasa karena terlalu lama duduk di posisi yang sama selama berjam-jam. Jengganis merapikan bajunya. Ia membersihkan pasir-pasir pantai yang menempel pada bajunya lalu melangkah hendak meninggalkan Pantai Anyer.
Lima langkah Jengganis berjalan, tangannya dicekal oleh seseorang. Tangan itu dua kali lebih besar dari tangan Jengganis. Dalam cekalan orang itu, tangan Jengganis terlihat sangat mungil. Jengganis menoleh setelah merasakan sesuatu yang hangat menyelimuti tangannya.
"Anjanu..."
"Iya, ini Anjanu." Pria itu tersenyum.
Anjanu melihat pergelangan tangan Jengganis yang ia cekal beberapa saat yang lalu. Senyuman lelaki itu semakin mengembang. Tangan Anjanu turun mengelus telapak Jengganis lalu menggenggam erat jari-jarinya.
"Tanganmu kasar sekali," ucap Anjanu spontan.
"Aku menunggumu enam hari berturut-turut di pantai ini, Anjanu. Kamu memintaku untuk datang. Kamu menipuku, kamu penipu. Aku sendirian, aku menunggu lama sekali. Apa aku seremeh itu di matamu? Kamu datang tanpa rasa bersalah, menggenggam tanganku lalu menghinaku?" tuntut Jengganis berturut-turut tanpa jeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANJANU
Historical Fiction[ DITERBITKAN ] Jengganis Renalingga. Gadis pribumi yang tumbuh tanpa pendidikan yang cukup, berjalan tanpa alas kaki dan menahan lapar adalah keseharian yang ia jalani. Gadis yang pada akhirnya jatuh hati kepada Anjanu, laki-laki yang ia temui di p...