33. Pada Mereka Para Pendosa

311 58 6
                                    

Untuk sahabatku, Antaripa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Untuk sahabatku, Antaripa.

Aku menulis surat ini. Surat pertamaku untukmu. Kita tak lagi bisa berbicara, aku tau itu. Aku harap, kamu bisa mendengarku. Mendengar suara hatiku, sahabatku.
Aku baru saja mengetahui fakta itu. Fakta bahwa kamu tewas dianiaya. Aku baru saja mengetahui bahwa penganiaya itu adalah jongos-jongos yang diperintah oleh Papa. Aku baru saja mengetahui fakta bahwa dampak dari kebohonganku akan sampai sejauh ini.

Aku ingin meminta maaf hari ini, Antaripa. Meminta maaf bahwa aku terlalu hanyut dalam duniaku. Aku bahkan tidak mendengar cerita darimu. Aku tidak membelamu selagi William berbohong tentang susu sapi dan teh jahe. Aku tau betul kamu tidak pernah melupakan suatu apapun tentangku.

Tapi aku memutuskan untuk membela William dengan mengatakan kamu membawa susu sapi, bukan teh jahe.
Aku menangis. Menangis akan penyesalan. Aku membunuhmu secara tidak langsung. Kertas ini basah akan air mata bahkan sebelum aku bisa menulis satu kata. Banyak tinta yang luntur, mungkin kertasnya akan terlihat menguning jika mengering.

Tiada kata selain maaf, Antaripa

Anjanu, 1879.

***

Untuk sahabatku, Antaripa.

Hari ini aku bertengkar dengan Papa. Aku masih belum menerima mengapa Papa memberikan hukuman padamu begitu berat. Kamu tewas dengan mengenaskan, ditinggalkan di dekat lumbung, ditemukan membusuk oleh warga sekitar.

Begitu kejam bagaimana kami memperlakukanmu, Antaripa.

William memberitahuku, mengapa kamu terus memakai pakaian panjang akhir-akhir ini, sebelum kamu tewas. Dia berkata, karena tubuhmu dipenuhi oleh luka. Tak ada bagian yang tersisa. William melibas habis, memukuli tanpa ampun.

Antaripa, begitu kejam dunia untukmu.
Kamu bercerita padaku bahwa kamu bekerja pada keluarga kami untuk menghidupi ibumu, adik perempuanmu. Hanya mereka yang kamu punya.
Kamu bercerita bahwa kamu berbohong pada ibumu tentang pekerjaanmu, bahwa ibumu melarangmu bekerja dengan orang kulit putih karena memiliki kebiasaan semena-mena.

Kamu berkata aku berbeda. Kamu berkata aku bisa dipercaya, kamu mempercayaikiu. Kamu berkata aku tidak kejam, tidak seperti Londo kebanyakan.
Tapi nyatanya aku sama saja.

Maafkan aku.

Anjanu, 1879.

***

Untuk sahabatku, Antaripa.

Aku bertemu dengan seorang gadis hari ini. Aku tidak bisa mengingat wajahnya. Selalu. Aku tidak pernah mengingat wajah seseorang kecuali aku melihatnya ribuan kali. Kamu selalu tau itu, kawan.

ANJANUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang