3. Lukisan Wanita Tanpa Durja

11K 2K 435
                                    

Tiga hari tiga malam Anjanu lewati dengan gundah hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiga hari tiga malam Anjanu lewati dengan gundah hati. Meraung tersiksa ingin berhenti, di pundaknya penuh beban memberatkan diri setengah mati. Tiga hari tiga malam lengkap dengan nafas tercekat, tenaganya disimpan dihemat-hemat.

Langkahnya terhenti di tepi pantai Anyer. Seperti biasa, ia yang dilengkapi dengan satu badan tinggi sempurna, rambut hitam tersapu angin malam, mata hanzel sedikit kuyu dan tangan menenteng tas kulit yang terlihat mahal. Anjanu tidak bisa menghentikan pesonanya meruak dikala pagi masih buta.

Anjanu menggelar tikar pandan kecil dianyam sederhana yang ukurannya kira-kira hanya bisa diduduki oleh dua orang. Kertas, pena, beberapa cat pewarna serta dua buah apel dengan dua warna berbeda, satu persatu tertata rapi di atas tikar. Anjanu tersenyum bangga seakan ini adalah pencapaian terbesar dalam hidupnya.

Diambilnya pena dan kertas yang sudah sedikit menguning, terdapat beberapa coretan yang bertengger apik di atasnya. Walaupun ada coretan, Anjanu tidak menganggapnya sebuah gangguan yang perlu disingkirkan.

Pelan tapi pasti, tangan Anjanu bergerak lihai dari sisi satu ke sisi lain, mengayunkan pena hingga terbentuk garis-garis tipis. Dipandangi langit berwarna kuning cantik, kemudian perhatiannya kembali pada kertas dengan sketsa yang tertata rapi.

Anjanu melihat sekelilingnya, raut wajah Anjanu berbicara, dia mencari sesuatu. Matanya tak henti mencari, barangkali masih berjalan kemari.

Barangkali Jengganis masih berjalan kemari.

"Matahari sudah hampir terbit sempurna, dimana gadis liar itu berada?" Anjanu memandangi apel dua warna yang ia siapkan di atas tikar pandan tadi. Satu apel berwarna hijau, satu lagi berwarna merah. Apel berwarna hijau dengan sedikit rasa masam untuknya dan apel berwarna merah dengan rasa lebih manis untuk gadisnya.

Gadisnya? Tolong jangan membicarakan omong kosong.

Menunggu dan menunggu, matahari kini terbit sempurna, sinarnya menghambur meluas menghangatkan siapa saja yang berada di bawahnya

Anjanu memasukkan apel ke dalam tas kulitnya. "Takut tidak termakan."

Anjanu mengambil warna merah dan kuning untuk kemudian menorehkannya di atas sketsa tipis yang ia buat beberapa saat yang lalu. Anjanu menunduk serius, seakan yang ia kerjakan sekarang adalah pahatan mahkota raja. Ia sangat hati-hati.

Warna biru sedikit gelap untuk laut dan putih untuk ombak-ombaknya. Ia memandangi lukisan itu lamat-lamat. "Bagaimana cara melukisnya? Apa sebaiknya aku coba saja?"

Anjanu mengambil warna hijau dan mencampur catnya dengan warna hitam. Ia melukis wanita dengan kebaya lusuh berwarna hijau sedikit gelap lengkap dengan renda-renda sederhana yang bertabur di ujung-ujungnya. Warna coklat untuk jarik yang melilit pinggul kebawah, sangat diperhatikan detail-detail kecil disana, seperti jarik yang terdapat sobek di bagian kanan.

Kulit berwarna kuning langsat, rambut sebahu yang kasar dan tak tertata. Anjanu Godewyn Laksanaraja, ia menghasilan sebuah mahakarya.

Sampai pada bagian wajah, alunan kuas lukis Anjanu berhenti sampai di sana. Anjanu berfikir sangat lama, berusaha mengingat sesuatu tapi yang ada hanya jalan buntu.

ANJANUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang