"KAETRIEL! KAETRIEL!" Anjanu berteriak begitu kencangnya, suaranya menggema hampir di seluruh bagian rumah. Jengganis ada di sana, membantu Anjanu mencari keberadaan Kaetriel.
Kaetriel tidak ada di kamarnya, tidak ada di dapur, di ruang tamu, atau dimanapun. Teriakan Anjanu semakin memekak telinga ketika ia menyadari seluruh jongos di rumah Godewyn kosong. Tidak satupun ada di rumah. Mereka menyelamatkan dirinya masing-masing, mungkin juga seperti dirinya, berusaha menyelamatkan anggota keluarga.Langkah Anjanu terhenti kala mendengar isakan anak kecil di dalam lemari. Benar saja, ketika Anjanu membuka lemari, disana ada Kaetriel meringkuk ketakutan, wajahnya pucat karena panik, gaunnya terkena tanah meskipun tak begitu banyak jumlahnya.
"Kaet, aku senang kamu tak apa." Anjanu menggendong Kaetriel dan berusaha menenangkannya. Tangis Kaetriel pecah dipelukan Anjanu. Jengganis datang dan mengelus Kaetriel, berusaha menenangkannya juga."Sst... tak apa, Kaetriel. Kami ada disini untuk menjagamu." Jengganis menepuk lembut punggung Kaetriel.
"Kang... Mbak Yu..." Kaetriel terisak dengan suaranya yang terputus-putus karena gemetaran. "Aku takut sekali."
Beberapa detik mata Anjanu meraba sekeliling.
"Dimana Papa dan Mevrouw Marien, Kaet?" Anjanu bertanya. Kaetriel menjawab pertanyaan itu dengan gelengan, tanda ia tidak tahu-menahu terkait mereka."
"Lalu dimana William? Bukankah dia bersamamu tadi?" Anjanu kembali bertanya.
"Huum... aku dan Kang William sedang bermain sebelum mendengar dentuman itu." Kaetriel menjawab dengan ragu-ragu. Ia masih ketakutan.
"Lalu mengapa kamu ditinggalkan disini sendirian, Kaet?" wajah Anjanu yang tadinya mulai tenang berangsur merah padam. Kemarahan perlahan datang karena dengan teganya William meninggalkan Kaetriel sendirian di rumah.
"Kang William... Kang William menyusulmu, Kang." Kaetriel terisak.
"Kang William menyadari kamu tidak ada di sini ketika dentuman itu terdengar. Ia mengingat kamu akan menemui Mbak Yu hari ini. Dia menyusulmu di pantai Anyer.
"Apa?!" Anjanu menurunkan Kaetriel dari gendongannya.
"Aku menitipkan Kaetriel padamu, Jengganis. Aku meminta tolong. Aku akan kembali bersama William. Lalu kita akan pergi bersama, ya? Kemasi barang-barang, bawa beberapa baju untuk nanti bilamana akan dibutuhkan. Pakailah pakaian ibuku terlebih dahulu, Jengganis. Kamu tau kan dimana tempatnya? Bawalah beberapa makanan dari dapur untuk berjaga." Anjanu memberi arahan mengingat keadaannya semakin darurat dan mereka harus segera menjauh dari tempat itu.Jengganis mengangguk dengan mantab. Ia tau apa yang harus ia lakukan setelah ini.
Anjanu keluar dari rumah, dengan langkah cepat ia pergi ke arah pantai, menerobos kerumunan yang berlari ke arah yang berlawanan.
"Airnya surut dengan begitu cepat."
Seakan laut mengering, Pak."
"Ikan-ikan bermunculan ke permukaan, bahkan ikan yang sulit ditangkap di perairan dangkal."
"Katanya, terdengar suara gemuruh dari bawah laut."
Percakapan-percakapan kerumunan orang mengungsi dapat terdengar dengan jelas. Anjanu meneguk ludah kasar. Ia berhenti, memikirkan beberapa hal. Ia tau apa yang akan terjadi. Geografi menjadi salah satu pelajaran wajib dalam kurikulum HBS.
Dan tanda-tanda itu.
"Tsunami." Anjanu berbisik kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANJANU
Historical Fiction[ DITERBITKAN ] Jengganis Renalingga. Gadis pribumi yang tumbuh tanpa pendidikan yang cukup, berjalan tanpa alas kaki dan menahan lapar adalah keseharian yang ia jalani. Gadis yang pada akhirnya jatuh hati kepada Anjanu, laki-laki yang ia temui di p...