Vo vo apa yang gue suka?
Jawabannya...
Vomment!
Kalian semua kudu vomment! Awas aja!😾
Happy Reading
Manteman*
Riuh para murid yang berjajar di tribune tak dapat terelakkan. Wajar, hari ini adalah final pertandingan sepak bola antar kelas. Lebih-lebih lagi, supporter dari kedua tim yang berhasil lolos ke babak final dikenal sebagai kelas paling ricuh dan bersemangat tinggi.
Pertandingan sebenarnya dimulai siang nanti. Tapi para murid sudah anteng setelah menerjang kursi tribune. Bahkan, mereka rela melakukan pemesanan tempat agar mendapatkan posisi ternyaman. Seperti yang Fani lakukan kemarin malam, dia menelepon Radit dan memintanya memesan satu baris tempat duduk paling depan untuk dirinya dan sahabat-sahabatnya.
Namun setelah insiden yang membuat Elrin berakhir basah kuyup tadi, barisan itu jadi tak terisi lengkap. Hanya Fani, Niana, Mezty, dan Mona yang hadir. Dini tidak sekolah karena sakit sedangkan Elrin masih ingin sendiri di UKS.
Pada akhirnya, Fani yang tak tahan dengan ketidakhadiran sahabat paling sefrekuensinya pun memutuskan menelepon. "Rin, lo kapan ke sini? Elrin Maharani—"
"Di depan."
Kepala Fani otomatis tertoleh mengiringi matanya yang terbelalak. Kehadiran Elrin yang berjalan menuju tengah lapang sambil menjambak seorang siswi sontak membuat Fani secara dramatis menutup mulut dengan telapak tangannya.
"Halo, semua!"
Seruan Elrin mengundang banyak pasang mata, sekaligus mencipta hening mendadak. Melihat penampilannya yang tak biasa; ekspresi sarkas, polesan makeup tegas dengan pewarna merah terang yang dia aplikasikan pada bibirnya, rambut hitam berponi yang tergerai bebas, choker di leher, seragam dikeluarkan, serta aksesoris yang melekat di tangannya sukses membuat orang-orang memandang heran.
Dengan tangan yang kini bersarang di antara ribuan helai rambut siswi di sampingnya, Elrin menarik kedua sudut bibir. Kepalanya memiring sebelum matanya menatap pada siswi-ralat, pada Cindy yang ada dalam kendalinya. Lantas dengan sekejap mata, tangan gadis itu mendorong kuat kepala Cindy hingga membentur lantai lapangan.
Sama seperti perlakuan Cindy kepadanya tadi.
"Ini pantas buat lo, bangsat."
Keheningan tadi sontak berakhir diganti pekikan sebelum Elrin mengangkat alis dan mengakhiri pertunjukannya.
*
Sedari tadi, tatapan penasaran Fani dan Mezty tak henti-hentinya tertuju pada Elrin yang kini duduk di ruangan klub literasi. Namun sedari tadi pula, keberanian mereka untuk menuntaskan rasa penasaran itu tak kunjung datang.
Bagaimana tidak? Setelah melihat Elrin yang mendadak berani berbuat kasar pada murid perundung di sekolah, nyali mereka seketika menciut.
Elrin jadi kelihatan mengerikan.
"Ada yang salah dari gue?"
Fani terperangah. Gadis itu kelihatan salah tingkah dari matanya yang bergerak gelisah. "Ng-nggak."
Hening seketika melanda saat suara Pak Naren---kepala sekolah sekaligus pembina klub literasi---terdengar dari luar sebelum sosoknya muncul ke ruangan dengan senyum merekah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARVANDO: Eleven
Random[The Case Universe 1] Masa SMA harusnya menjadi kesempatan bagi siswa-siswi mencari jati diri. Menekuni minat dan bakat yang dimiliki, meningkatkan kualitas belajar, menggapai cita-cita, menguatkan pertemanan, menemukan cinta sejati, membentuk kepr...