08. kesaksian

47 36 24
                                    

Warning! Chapter ini mungkin bakalan membosankan.

Tapi jangan sampai lupa vote sama comment

Happy Reading
Manteman

*

"Kenapa harus ada kasus lagi, Naren?!"

Naren yang tengah berdiri sambil membaca surat kabar dengan headline Kasus Naren S terpaksa cekatan menutupnya seiring menoleh pada Revando yang datang tiba-tiba, bahkan duduk tanpa permisi hingga membuat Naren memandang penuh waspada pada mejanya yang berserakan.

"Kenapa tanya saya?" tanya Naren seraya menumpu telapak tangannya pada tepi meja.

Revando memijat pelipisnya yang berdenyut. "Kasus itu sama dengan—" Perkataannya terpotong tatkala mendapati Naren mengangkat kedua alisnya menuntut lanjutan. "Sama dengan kasus dua tahun lalu."

"Lantas?" Naren menjauh menuju rak buku.

"Lantas?!"

"Iya, apa masalahnya?"

Revando langsung beranjak menyusul Naren. "Kita tahu selama dua tahun seseorang mendekam di sel tahanan karena terduga pelaku dari pembunuhan sekeluarga itu. Tapi dua kasus baru nyatanya muncul disaat pelaku ada di penjara."

"Lalu apa hubungannya sama saya?"

"Saya salah datang ke sini. Kamu malah abai dengan kasus yang padahal berkaitan erat dengan masa lalu kamu, Naren."

Tangan Naren refleks mengepal. Dengan tangan kiri yang terangkat dia memutar tubuh hingga sedetik kemudian nyaris meraih kerah kemeja Revando kalau saja ketukan pada pintu tak terdengar lebih dulu.

Naren buru-buru melangkah hanya untuk memunculkan reaksi tercengang setelah pintu terbuka.

Izora dengan petugas yang mendampinginya jadi pemandangan yang cukup mengejutkan bagi Naren. Juga Revando.

"Permisi Pak Naren dan Pak Revando, saya perlu meminta izin untuk melakukan wawancara pada beberapa murid." Izora menerangkan maksudnya datang ke sana. "Dan saya perlu bantuan Bapak untuk memanggil beberapa siswa yang ada di daftar ini."

*

"Astaga!" Izora terperanjat sesaat setelah mendapati seorang siswa telungkup di karpet ruang kumpul klub literasi yang akan digunakan sebagai ruang wawancara—atas saran Pak Naren. "Kamu nggak apa-apa?"

"Ng-nggak, Bu. Maaf, saya tadi jatuh," balas anak itu.

"Iya. Hati-hati," ujar Izora saat anak itu pergi. Lantas, dia duduk sambil menyimpan barang-barangnya di meja. Sebelum satu orang siswa akhirnya datang.

"Duduk." Izora mempersilakan. Dia berdiri seraya mengulurkan tangan. "Saya Inspektur Polisi Dua Izora Nalaluna. Saya tebak, kamu Arkana Hanafi?"

Arkana mengangguk setelah duduk.

"Jadi, kamu yang pertama kali menemukan Niki."

"Saya dan Akmal," jawab Arkana santai. "Pelajaran pertama hari ini adalah seni budaya. Bu Anita, guru seni sekaligus wali kelas kita menyuruh belajar di ruang kesenian. Makanya banyak murid yang berdiri di depan. Mereka teman sekelas saya. Cuma saya sama Akmal yang kebetulan masuk lebih dulu."

"Kamu dan semua murid angkatan kamu kemarin malam tiba di sekolah setelah tur wisata?"

"Iya."

"Kapan kalian benar-benar pulang dan tak tersisa satu orang pun di sekolah?"

ARVANDO: ElevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang