Semoga kalian suka sama chapter ini
Jangan lupa vote sama commentnya
Happy Reading
Manteman*
Erlan keluar dari sebuah bar dengan tas yang bertengger di pundaknya sebelum menaiki motor dan melajukannya pelan.
Dari balik helmnya, cairan bening luruh. Bukan karena menangis, melainkan sesuatu yang cukup menjelaskan bahwa dia amat mengantuk sampai berlinang air mata akibat berkali-kali menguap.
Beruntung, jalanan sedang sepi saat pandangannya memburam. Meski demikian, saat melihat seorang gadis berambut ikal dengan setelan hitam menenteng jaket kulit di tangannya, cowok itu tidak sampai tidak mengenalinya.
"Elrin!"
Benar saja. Dia menoleh. Namun tak lama setelahnya, dia terhuyung dan nyaris menghantam trotoar kalau saja Erlan tidak mengorbankan motornya jatuh ke aspal hanya untuk menahan tubuh gadis itu.
"Rin! Sadar!"
"Hm?"
"Lo bisa naik ke motor kan?"
"Gue punya kaki. Ya bisa lah."
"Oke. Kalau gitu, tunggu. Pegangan sama tembok." Erlan membenarkan posisi motornya, menggapai lengan Elrin, lantas menahan gadis itu untuk naik di boncengannya. "Pegang-" Erlan seketika tertegun ketika sepasang tangan melingkar di pinggangnya. Berusaha menyesuaikan diri, akhirnya dia turut mengeratkan pegangan itu sebelum lalu melajukan kendaraannya.
Tak butuh waktu lama bagi cowok itu sampai di depan rumah dengan pagar kayu menjulang. Dia lebih dulu membawa Elrin ke kamarnya sebelum memasukkan motor ke garasi.
Beralih dari Erlan, jauh di dalam sana, sepasang kelopak mata milik Elrin mengerjap seiring perlahan terbuka disambut cahaya daylight dari lampu plafon. Tak sampai sedetik, gadis itu tercengang menyadari dirinya ada di tempat lain. "Hah?!"
Erlan yang baru masuk ke kamar ikut terperanjat.
"Erlan?"
"Elrin."
"Kok lo ada di sini?"
"Ini rumah gue. Masa gue ada di luar," jawab Erlan santai. Dia memilih menghampiri lemarinya untuk mengepak pakaian.
"Maksud gue, kenapa gue ada di rumah lo?"
Menarik napas lalu membuangnya gusar, Erlan menoleh diiringi tarikan senyum. "Lo tadi hampir jatuh di trotoar. Daripada orang anggap lo gembel, ya udah gue bawa."
Sialan. "Oh..."
"Dih, cuma oh?!"
"Terus?"
"Makasih kek ud-"
"Gue nggak butuh bantuan lo."
"Sinting."
Tak peduli dengan umpatan Erlan, Elrin menyingkap selimut untuk turun dari ranjang. "Ya ampun! Besok karya wisata!" Elrin menepuk jidat. Gue belum siap-siap, sedangkan Bunda ngusir gue.
"Lo bisa ambil beberapa setelan baju Mama." Seakan tahu apa yang dipikirkan Elrin, Erlan menawarkan bantuan-lagi. "Gue juga bisa pinjemin duit."
Elrin tercenung. Memikirkan betapa baik dan pengertian teman dadakannya itu. "Thanks." Gadis itu berucap pelan sebelum matanya terbeliak ketika Erlan memasukkan botol minuman ke salah satu tas. "Eh! Absinthe?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ARVANDO: Eleven
Random[The Case Universe 1] Masa SMA harusnya menjadi kesempatan bagi siswa-siswi mencari jati diri. Menekuni minat dan bakat yang dimiliki, meningkatkan kualitas belajar, menggapai cita-cita, menguatkan pertemanan, menemukan cinta sejati, membentuk kepr...