Apa kabar kalian semua...
Stay healthy, stay safety ya.
Safety dari apapun yang jadi rintangan kalian.
Happy Reading
Manteman*
Cuaca hari itu diselimuti mendung tatkala seluruh pihak Yayasan Cahaya Lentera membentangi area pemakaman. Melakukan tugas terakhir mereka menemani sosok dan mengantar Niki ke tempat peristirahatannya.
Keluarga Niki memang bukanlah keluarga berpengaruh seperti keluarga murid-murid yang dibencinya. Namun, keluarganya tak kalah pamor di kalangan pengusaha-pengusaha yang tampak datang hari itu menggunakan pakaian resmi serba hitam saat Nando mengedarkan pandang.
Nando, keluarganya, anggota Arvadeoz, Elrin dan beberapa sahabatnya, sahabat Niki, serta beberapa teman sekelas justru kompak tidak mengenakan pakaian hitam.
Bukan enggan ikut berkabung. Namun dia dan anggotanya berprinsip bahwa tidak seharusnya mereka menyiapkan setelan untuk dipakai di hari pengebumian seseorang. Akan sama saja seperti mereka tengah menantikan dan mempersiapkan kematian seseorang.
"Pembunuh."
Nando segera menoleh tatkala decihan disusul bisikan terdengar dari belakang.
Prosesi pemakaman selesai beberapa menit yang lalu, untungnya. Mereka hanya belum bertolak dari sana seiring beberapa pelayat datang menyampaikan dukacita langsung. Dan untungnya, Nando berdiam diri agak jauh dari lokasi pemakaman. Yang membuatnya langsung mengejar sosok yang berucap tadi, dengan napas memburu.
Nando menghentikan langkahnya kala orang itu berhenti. Hisyam Andreano.
"Kayaknya semua yang Elrin bilang tentang keburukan lo itu benar, Arvando!" Hisyam berseru. Sontak membuat sebagian besar atensi—khususnya teman sekelas Nando yang berkumpul tak jauh dari sana—tertuju pada mereka. "Mungkin benar kalau lo sebenarnya pelaku pembunuhan Bang Nao. Mungkin benar kata Bang Nao kalau keluarga gue meninggal gara-gara lo dan keluarga lo, Arvando!" Hisyam berteriak kesetanan.
"Bahkan lo jadi orang terakhir yang polisi interogasi kemarin siang. Tapi selamat gara-gara Mama lo datang! Cih. Anak sama orang tua sama aja!"
Nando spontan menarik kerah kemeja Hisyam sampai tercekik. Lantas menggoncang tubuh pemuda itu yang malah menyeringai puas. Membuat bayangan sosok Yudhistira mendadak muncul. "Nggak usah bawa-bawa orang tua gue, apalagi Mama! Itu semua gara-gara lo! Lo nuduh gue, bahkan menjelek-jelekkan gue di depan polisi biar gue dipanggil juga, 'kan?!"
Erlan dan Radit bergegas, berusaha memisahkan mereka.
Erlan menghela napas panjang, mengingat bahwa amarah Nando mudah terpancing tapi sulit untuk mereda.
"Bajingan! Jawab!"
"Udah, udah!" Erlan membentak. Mendorong kedua bahu Nando seraya menghadangnya, mencegah Nando melihat Hisyam yang—bahkan Erlan berani sumpah—amat menyebalkan karena berlagak menantang. "Dia cuma mancing lo doang. Jangan kejebak. Kita lagi ada di pemakaman. Suasana lagi berkabung. Jangan bikin ulah, Nando."
Hisyam berdecih. "Lo bilang apapun ke dia nggak akan mempan, Lan. Nando itu psikopat! Dia bahkan nyekik gue! Gila!"
"Lo yang gila!"
Nando balas mengumpat kala sedetik kemudian dia menangkap pergerakan Elrin yang tak jauh darinya. Mengepalkan tangan seraya mundur perlahan-lahan sebelum berlari. Membuat Nando memutuskan bergegas mengejarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARVANDO: Eleven
Random[The Case Universe 1] Masa SMA harusnya menjadi kesempatan bagi siswa-siswi mencari jati diri. Menekuni minat dan bakat yang dimiliki, meningkatkan kualitas belajar, menggapai cita-cita, menguatkan pertemanan, menemukan cinta sejati, membentuk kepr...