26. bajingan

3 3 0
                                    

Sebagai pembaca yang budiman, alangkah baiknya kalian mengawali bacaan ini dengan vote dan komen.

Dipersilahkan

Terima kazih

Happy Reading
Manteman

*

Derap langkah terburu-buru dari beberapa orang yang menggema di lorong rumah sakit kompak terhenti begitu tatapan mereka bertabrakan dengan kedua manik milik Max.

"Ayah." Max bergumam tanpa suara. "Henry, Erlan, Nan—do lo?"

"Elrin mana?!" Nando langsung berseru. Pandangan sarat kekhawatirannya mengedar ke seluruh arah.

Bukan cuma Max yang ada di sana. Teman-teman Elrin; Mezty, Mona, dan Niana, juga teman-teman Nando sendiri; Radit, Akmal, bahkan Cakra.

Henry memilih menghampiri teman-teman Elrin seraya bertanya-tanya.

Secara mendadak, Max mencekal pergelangan tangan Erlan, menarik pemuda itu lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Erlan sebelum berbisik. "Udah gue bilang matiin loud speaker-nya."

"HP gue direbut Nando duluan."

"Lagian ngapain sih lo angkat telepon waktu lagi ngobrol gitu. Gila lo ya."

"Iya gue gila, kenapa?"

Max berdecak kesal. Berkacak pinggang kala sedetik kemudian dia sadar telah melupakan keberadaan Ayah. "Ayah ngapain di sini?"

"Ayah tadi tanya kamu di mana. Biar Ayah bisa jemput. Tapi kamu bilang di rumah sakit sekaligus kasih tau nama rumah sakitnya. I'm worried. Makanya Ayah nyusul. You okay?" Ayah mencerocos panjang lebar. Napasnya terengah-engah. Sungguh sesuatu yang berharga sekaligus rendahan di mata Max.

Sebab dengan tega Ayah mengatakan seperti itu di depan Erlan yang memasang tatapan cemburu.

"Tadi aku belum beres ngomong, Yah. I'm okay. Aku di rumah sakit buat antar Elrin."

"Terus Elrin gimana?"

Max hendak menjawab pertanyaan Ayah saat mendadak Nando menyerbunya dengan mencengkram bahunya.

"Elrin mana, Bang?"

Max tidak sanggup menatap Nando. Air mata menggenangi kedua mata pemuda itu yang memerah. Sementara pupil hitamnya bergetar. Menyiratkan berbagai macam perasaan yang menggerayanginya.

"ELRIN MANA, BAJINGAN?!"

"She's inside now, Arvando!" Max refleks balas membentak. "Dia baik-baik aja. I'm sure, she's the strongest girl i've ever met."

Cengkraman Nando melonggar. Menepuk bahu Max, lalu berujar. "Maaf." Suaranya bergetar. Nyaris terisak. "Dia kenapa sih?"

"Dari hasil pemeriksaan, dokter bilang ada kandungan obat tidur di tubuh Elrin. Padahal Elrin nggak konsumsi obat kayak gitu. Gilanya dosis obat itu tinggi, makanya dia sampai pingsan. But she fought, Nan."

"Gue udah boleh ke dalam?" Kali ini tanya bersumber dari Henry. Suaranya pelan. Seolah ada keraguan.

"Dia udah siuman, jadi boleh kok."

Belum sedetik Max bicara, Henry dan Nando terbirit lari bersamaan memasuki satu ruangan.

"Elrin!"

Langkah Henry bertambah cepat di saat langkah Nando justru terhenti di ambang pintu. Pandangannya terpaku pada Elrin yang memeluk Henry erat sesaat setelah dia memaksa turun dari ranjang.

ARVANDO: ElevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang