Apa kabar Manteman?
Udah makan?
Kalau belum, ya udah si.
Eh kok jadi kayak pacar orang yang cuma nanya udah makan apa belum tanpa kasih makanan ya..
Oke dah kita lanjut.
Happy Reading
Manteman*
"Astaga!"
Hamparan luas Alun-alun Utara yang dipenuhi siswa-siswi Cahaya Lentera menjadi saksi bisu pekikan Elrin ketika melihat ponselnya seraya berjalan.
Kunjungan ke Keraton Yogyakarta yang seharusnya menjadi kenangan terindah bagi Elrin karena menyimpan segudang sejarah, siang itu dihancurkan oleh pemikiran dan ketakutan akan insiden pagi tadi yang disaksikan banyak murid. Cepat atau lambat insiden tersebut akan sampai ke telinga para guru, pengurus yayasan, dan orang tua siswa. Termasuk Bunda yang memegang dua posisi di antara itu.
Sekarang, ketakutan itu terwujud.
Henry yang berjalan agak berjarak dari Elrin bahkan mendekat dan bertanya, "ada apa?"
Elrin bungkam sejenak sebelum akhirnya memekik tertahan sambil merunduk dalam.
Teman-temannya pun tak tinggal diam melihat Elrin. Mereka menghampiri sambil merangkul gadis itu.
"Rin," ujar Fani.
"Kenapa ini, Fan?" tanya Henry memastikan.
Fani mendongak seraya menyerahkan ponsel pada pemuda itu hanya untuk mengundang reaksi serupa dengan yang timbul pada Fani sebelumnya. Mata Henry membulat sempurna seiring tubuhnya membatu.
"Gue nggak tahu."
"Hen percaya sama gue itu gue nggak sengaja." Akhirnya Elrin membuka suara. Namun Henry masih bertahan dengan reaksinya.
"Woi goblok! Elrin ngomong sama lo." Mezty berseru sambil memukul lengan Henry. Yang ternyata ampuh untuk membuyarkan lamunan pemuda itu.
"S-sori. Apa Mez? L-lo ngomong apa Rin?" Henry tergagap bukan main. Membikin Elrin kian merasa putus asa.
"Maaf Hen." Elrin menautkan tangannya dengan jemari Henry. "Maafin gue. Maaf. Gue juga nggak tahu gimana gue sama dia bisa... Arghh! Gue takut, Hen."
"G-gue bakal lindungin lo." Walau terkesan ragu, Henry memberanikan diri, memeluk Elrin dengan tangan gemetar, lalu mengelus punggung gadis itu. "Tenang, Rin."
Sakit hati karena melihat potret dan rekaman video yang menampilkan bagaimana Elrin dan Nando berada di atas tempat tidur yang sama hanya berlangsung tak lama dan tak sebanding dengan sakit hati ketika melihat Elrin menumpahkan air mata karena kedua media itu menyebar dengan cepat di forum sekolah.
"Kita juga bakal ada buat lo. Lo nggak salah." Dini mencoba menguatkan.
"Iya, kita semua, Rin." Niana menimpal.
"Sialan tuh orang," pungkas Henry, mengepalkan kedua tangannya.
*
Gemericik air yang tumpah dari langit tak membuat Nando bertolak ke tempat yang orang-orang gunakan untuk meneduh dan memilih tetap bertekad mengejar Elrin tatkala beberapa menit lalu mereka tiba di objek wisata terakhir, yakni Candi Borobudur.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARVANDO: Eleven
Acak[The Case Universe 1] Masa SMA harusnya menjadi kesempatan bagi siswa-siswi mencari jati diri. Menekuni minat dan bakat yang dimiliki, meningkatkan kualitas belajar, menggapai cita-cita, menguatkan pertemanan, menemukan cinta sejati, membentuk kepr...