Pagi Siang Sore Malam
Apa kabar?
Semoga baik-baik aja ya
Happy Reading
Manteman*
"Korban memiliki satu catatan kriminal atas kasus kekerasan dalam rumah tangga, yaitu kekerasan terhadap adiknya. Karena orang tua korban memberi perhatian lebih besar pada adiknya." Izora berdecak usai membaca lembaran pada genggamannya. Ditemani Resta, pria berpangkat Brigadir Polisi Satu, yang jadi rekan sesama penyidiknya.
"Dari riwayat panggilan telepon, tersangka adalah orang terakhir yang dihubungi korban. Selain itu, tersangka juga penderita gangguan makan Pica," pungkas Briptu Resta. "Tapi saya ragu. Mengingat kasus ini bersangkutan dengan kasus dua tahun lalu."
"Kita belum tahu pasti apakah kasus ini dilakukan oleh pelaku sebelumnya atau hanya peniru. Karena itulah kita harus dengar pernyataan dia." Izora menepuk pundak Resta sebelum melangkah keluar untuk lalu tampak dari cermin dua arah, tengah masuk ke ruangan seberang.
Izora duduk dan langsung membuka-buka lembaran berkas yang dia bawa.
Sementara di hadapannya, Noel tak bisa berhenti mengetukkan jemari ke meja sambil mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan sempit yang dia tempati.
Izora menggeser sebuah plastik berisi pulpen ke arah Noel. "Meski terlambat, tapi berkat kerja keras tim yang saya syukuri karena bekerja dengan jujur, kami akhirnya menemukan bukti ini," terangnya. "Bagaimana? Familier dengan bentuknya? Apalagi setelah melihat nama yang tertera di sana. Niemi N. D."
Noel membelalakkan mata ketika Izora mengucapkan namanya bersamaan dengan dia yang selesai membaca nama itu pada clip pulpen.
"Kami sudah membandingkan sidik jari yang terdapat pada bukti. Hasilnya selain sidik jari korban, sidik jari kamu juga ada di sana."
"Tapi benda ini nggak pernah saya bawa kemana pun. Benda ini selalu ada di rumah. Meskipun seperti benda pusaka, saya nggak akan mengambil risiko dengan membawanya apalagi sampai menghilangkannya."
"Bisa saja hari itu kamu membawanya. Menelepon kakak kamu lebih dulu sebelum menjadikan benda ini sebagai senjata pembunuhan."
"Se-senjata."
Izora merebut kembali bukti di tangan Noel, memencet sebuah tombol yang ternyata memunculkan sebilah mata pisau. "Tidak mungkin kamu tidak tahu," katanya yang lalu menolehkan kepala ke arah cermin dua arah yang mendadak bergetar.
"Izora Nalaluna saya peringatkan keluar dan bebaskan anak saya! Atau saya adukan kamu-"
Izora segera beranjak, bergegas menuju ruangan sebelah hanya untuk mendapati kedua rekannya menunduk dalam di belakang para petinggi.
Izora mendengus. "Begini cara main kalian?"
"Karena bukan anak saya-"
"Jasad yang sudah terbaring di tanah itu juga anak ibu!" Izora memotong cepat. Dia sampai memijat pelipisnya karena muak. "Bagaimana bisa ibu memperlakukan anak ibu dengan berbeda?"
"Niki dan Noel jelas berbeda."
Kata-kata Melisa tak terteruskan saat sebuah notifikasi masuk ke ponsel Niki. Membuat perhatiannya tersita total pada layar ponsel. Usai meng-klik notifikasi group chat di layar kunci, mata Melisa membelalak tatkala terputarnya video yang menampilkan para murid dan ketua yayasan di sebuah acara.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARVANDO: Eleven
Aléatoire[The Case Universe 1] Masa SMA harusnya menjadi kesempatan bagi siswa-siswi mencari jati diri. Menekuni minat dan bakat yang dimiliki, meningkatkan kualitas belajar, menggapai cita-cita, menguatkan pertemanan, menemukan cinta sejati, membentuk kepr...