Ayyo what's up, bbm, facebook, kakao talk
Mwehehe
Masih semangat?
Jangan lupa vote sama komen dah lu pada
Sekian
Happy Reading
Manteman*
"Bang." Elrin berujar saat dia berada di mobil Pak Emiliano yang sosoknya duduk di depan.
Max mengangkat alis. "Kenapa?"
"Lo ketemu Niki?"
Max mengernyit. "Niki kan—"
"Gue tahu lo bisa lihat dia. Jangan mengelak." Elrin mendengus sebal saat tahu Max tak memanfaatkan keistimewaannya dengan baik.
"Iya gue ketemu kok."
Elrin langsung terlihat antusias. "Dia bilang apa?"
"Nihil. Dia nggak mau bicara. Cuma..." Max mendadak menjeda kalimatnya. Pandangannya berubah kosong. "Nugraha mati," gumamnya.
"Ha—"
"Udah nyampe. Nggak usah banyak bacot. Buruan turun," kata Erlan.
Elrin berdecak keras. Lalu dia turun dari mobil sebelum beradu tatap dengan Pak Emiliano melalui jendela. "Makasih banyak, Pak."
"Ke gue nggak?" Erlan ikut-ikutan.
"Makasih, Lan," ujar Elrin menurut. "Thanks Bang Max," sambungnya saat Max hendak buka suara sehingga hanya mampu mengacungkan ibu jari ke arahnya.
"Sebuah kehormatan bagi saya bisa mengantar kamu, Elrin. Oh iya, salam buat Bu Stella. Dan kamu Henry—"
Henry maju selangkah saat namanya disebut. "Iya, Pak?"
"Pastikan Elrin selamat sampai dalam rumah ya. Bapak tidak bisa mampir, sudah mau larut."
Henry menggaruk kepalanya yang tak gatal. Harus bilang bagaimana kalau dia selalu tak diperbolehkan masuk dan memastikan Elrin selamat sampai tepat ke rumahnya. "I-iya."
"Ya sudah, kami semua pamit ya."
"Bye, sweet girl."
"Dadah, jelekku."
Elrin mengepalkan tangan. Mati-matian dia berusaha menahan diri untuk tidak kembali masuk ke mobil untuk mencekik si sinting Erlan yang sangat kurang ajar. Hingga akhirnya dia memutar tubuh, membuka pagar setelah mobil itu lenyap ditelan jarak.
"Gue masuk ya."
Elrin menoleh ke belakang. Ada satu jendela yang masih terbuka dengan lampu menyala. Menunjukkan bahwa Bunda mungkin saja sedang mengawasinya di sana. "Nggak bisa, Hen."
"Karena Bu Stella?"
Elrin menggeleng. Cekatan, dia mengunci pagar saat Henry berusaha menerobos.
"Elrin Maharani!" seru Henry berapi-api disaat Elrin malah terbirit lari hanya untuk berhenti di depan pintu sambil menggigit bibir. Menahan agar tak ada isakan dan air mata yang menetes.
Satu menit berlalu saat Elrin merasa bisa menahan emosinya. Baru setelah itu dia membuka pintu. Dan malah langsung dihadapkan dengan Bunda.
"Dianter siapa tadi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ARVANDO: Eleven
Random[The Case Universe 1] Masa SMA harusnya menjadi kesempatan bagi siswa-siswi mencari jati diri. Menekuni minat dan bakat yang dimiliki, meningkatkan kualitas belajar, menggapai cita-cita, menguatkan pertemanan, menemukan cinta sejati, membentuk kepr...