22. perdebatan

14 10 18
                                    

Annyeong haseyo!

Masih pada semangat baca cerita ini kan?

Jangan lupa vote sama komen ya

Happy Reading
Manteman

*

Sunyi dan mendung berkolaborasi mengawali pagi Elrin saat dia berjalan di sekolah sendirian, tanpa Fani.

Dia melangkah perlahan. Meneliti setiap inci koridor sebelum langkahnya terhenti begitu sosok Pak Emiliano terlihat baru saja keluar melewati pintu kelasnya.

Sempat bergeming sejenak, Elrin akhirnya melangkah tergesa ke kelas. Berbelok menuju mejanya yang ternyata tergeletak sebuah kotak makan berlogo restoran milik Pak Emiliano dilengkapi secarik sticky notes berbentuk love yang memuat tulisan; Makan yang banyak, Elrin. Jaga kesehatan.

"Tiati, Lan. Jangan sampai nih cewek jadi ibu tiri lo."

Elrin bergidik tatkala kalimat Akmal mengiang tanpa permisi. Kepalanya menyerukan tanya. Apa sebenarnya maksud dari tindakan Pak Emiliano ini? Dan apakah yang Akmal katakan itu benar?

Garis bibir Elrin seketika melengkung ke bawah. Dia merengek tanpa suara sebelum atensinya teralih pada pintu kelas yang dibuka secara brutal.

"Heh! Jalang!"

Cindy berjalan angkuh. Sepatunya menghentak lantai kuat.

"Ikut gue!" Gadis itu menarik tangan Elrin. Sementara Raina yang datang bersama Cindy menarik kunciran rambutnya. Membawa gadis itu menyusuri koridor yang belum dipijaki banyak warga sekolah.

Sama seperti sebelumnya. Cindy membawa Elrin ke area kolam renang. Elrin mengerti. Di sanalah Cindy bisa bebas berbuat apapun padanya. Tanpa harus memikirkan hukuman yang akan dia dapatkan.

Padahal jika Cindy melakukannya di depan banyak orang bahkan di depan guru-guru pun, tindakannya tak akan mendapat tuntutan. Mereka khawatir, tentu. Terlebih guru-guru dan anggota yayasan. Tapi apa boleh buat jika Bunda sendiri tidak mempermasalahkannya.

Tanpa sadar, dadanya turut sakit saat mengingat kenyataan itu.

Tubuh Elrin terhempas ke pinggir kolam. Beruntung, tidak tergelincir saat menahan ke lantai yang basah.

"Lo tunangan sama Nando?"

Lagi-lagi pemuda sialan itu.

"Lo juga jalan sama Akmal, 'kan?"

Raina menimpal.

Mungkin ini maksud Akmal tentang pembicaraannya kemarin lusa.

"Jawab jalang!"

"Tahu dari mana kalau gue sama tu cowok tunangan?"

"Nggak usah jawab pertanyaan gue sama pertanyaan lagi!" Cindy teriak kesetanan. Selama beberapa saat dia terdiam. Namun setelah itu dia merunduk cepat seraya meraih dagu Elrin. "Lo tahu kan Nando itu berarti banget bagi gue! Lo tahu gue cinta sama dia. Dan dia juga suka sama gue-"

"Nggak."

Cindy mendongak. "Dia suka sama gue!"

"Dia nggak pernah bilang begitu!" Elrin bangkit. "Bahkan orang-orang yang pernah menyandang predikat sebagai pacar cowok itu pun pada akhirnya disia-siakan. Lo nggak boleh memaksakan kehendak. Sori kalau gue ngomong begitu, karena mungkin hal itu juga akan terjadi sama gue."

Cindy tertunduk dalam. Cairan bening meluap di pelupuk matanya.

"Sekarang jawab, tahu dari siapa kalau gue sama tuh cowok tunangan?"

ARVANDO: ElevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang