25. jebakan

6 3 0
                                    

Halo

Kangen yaa

Oh ngga

Oke deh

Tapi nggak apa-apa

Yang kangen jangan lupa vote sama komen

Happy Reading
Manteman

*

Semenjak terjadi keributan yang diciptakan Erlan, keadaan menjadi tak terkendali. Desas-desus kian berpikau layaknya sungai yang sedang beriak. Tak sedikit tamu yang memilih ikut meninggalkan pesta seperti yang Erlan lakukan.

Karena tak sedikit dari mereka yang merupakan korban dari perundungan yang dilakukan Nugraha dan kawan-kawan.

Sementara Fani geleng-geleng kepala saat memandangi Elrin yang masih memilih santai menikmati cupcake di tangannya.

"Lo berubah ya."

Elrin mengangkat alis heran.

"Ga munafik kayak dulu."

"Eiy eiy eiy eiy, sembarangan kalau ngomong."

Fani tergelak. "Sori sori. Tapi emang benar lo berubah. Jadi sosok yang nggak pernah gue duga. Lo berani. Lo lebih mementingkan keinginan dibanding ego dan gengsi lo. Kecuali satu yang gue tahu pasti. Lo masih mementingkan ego lo dalam masalah percintaan. Lo masih belum bisa jadi diri sendiri." Fani menatap Elrin bangga. "Tapi gue senang, seenggaknya lo berusaha jadi diri sendiri buat orang lain. Bukan cuma di depan gue doang."

"Itu artinya lo spesial, sialan."

"Spesial apaan? Martabak?"

Elrin mengerlingkan mata. Meski tahu Fani kini tengah bergurau. "Lo adalah orang yang bisa gue percaya buat ngeliatin diri gue yang sebenarnya." Gadis itu mencengkram bahu Fani sebelum menatapnya dengan senyuman paling tulus. "Makasih ya, udah mau temenan sama gue."

Semula keadaan hening. Keduanya saling menyalurkan rasa masing-masing. Seiring detik bergulir, suasana mendadak kikuk dan agak menggelitik.

Fani berdeham, memecah keheningan, lalu dia bilang. "R-rin anjrit." Sebelum tertawa bersama Elrin ketika menyadari betapa menggelikan hal yang mereka lakukan barusan.

"Permisi, Kak. Silakan diminum," ucap seorang pramusaji wanita sekaligus menyodorkan masing-masing satu gelas jus pada Elrin dan Fani. Yang refleks membuat mereka menerima dan meminumnya.

"Makasih.."

Elrin mengecap lidahnya. Merasakan sensasi aneh. "Kok gini ya rasanya. Apa karena Nugraha nggak ikhlas ngundang gue."

"Heh." Fani lagi-lagi tergelak. Namun tak lama sebab mendadak ponselnya bergetar, menampilkan panggilan suara dari kontak bernama 'Rumah' di layar kuncinya. Cekatan, Fani mengangkat panggilan tersebut setelah memutar tubuh memunggungi Elrin. "Halo. Bang Dhika? Kenapa?! Hah?! Oke, aku ke sana sekarang."

"Bang Tiya kenapa, Fan?"

Fani tak mengacuhkan pertanyaan Elrin, apalagi dia terlanjur melangkah cepat mencari Radit. Hingga dia menemukannya tengah bersandar di salah satu pilar, meladeni Akmal yang asik mencerocos-mungkin sambil melawak karena berhasil membuat Radit tertawa.

"Dit!"

Tawa Radit musnah, diganti dengan senyum dan kedua alis yang mengangkat. "Kenapa, sayang?"

"Kayaknya Bang Dhika kambuh. Dia marah-marah dan ngancem orang rumah terkhusus Bi Linda. Gue takut ada yang kenapa-kenapa. Lo bisa nggak anterin gue sekarang?" Fani menerangkan dengan terburu-buru.

ARVANDO: ElevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang