🤵‍♂️14🧕

215 75 37
                                    

°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°

Waktu telah menunjukkan pukul enam lebih tiga puluh menit, "Abbi..." Yumna sudah rapi dengan tunik biru langit berhiaskan jilbab yang warnanya lebih gelap dari tunik birunya. "Eh putrinya Abbi sudah cantik, mau ke mana kamu Yum?" Pagi hari, Hamdan memanfaatkan waktunya untuk membaca koran sambil menghirup udara segar di teras rumah. Kalau tidak sedang bulan Ramadhan bahkan biasanya ia ditemani secangkir teh hangat serta biskuit. Tapi, karena ini sedang bulan suci Ramadhan yang di mana sedang diwajibkan berpuasa bagi setiap orang yang beriman, maka hanya koran dan udara pagi yang menemani Hamdan.

"Biasa Bi, mau praktik di klinik."

"Oooh... bu dokter mau ikhtiar membantu orang yang sedang sakit ternyata."

"Iya Bi."

Yumna cium tangan Hamdan sebelum pergi, "Tunggu dulu Yum, Abbi pengen ngobrol dulu sama kamu, boleh?" Meski sudah berpamitan dan mencium tangan, Hamdan tak lantas melepas Yumna untuk pergi begitu saja. Ada hal yang ingin ia bicarakan dengan putri semata wayangnya itu. 

"B-boleh Bi, boleh aja kok."

"Sini duduk dulu kamunya!" Pinta Hamdan agar Yumna duduk di kursi kosong di sebelahnya.

"Iya Bi." Yumna geser kursinya, gadis bertunik biru dengan rok denim biru navy sebagai terusannya itu duduk di samping Hamdan. "Jadi, apa yang mau Abbi obrolin sama Yumna?"

Hamdan lipat korannya, matanya mengajak Yumna berinteraksi dengannya. "Jadi begini putrinya Abbi yang cantik dan shalehah," Hamdan manis berkata di depan salah satu harta paling berharga dalam hidupnya. "Abbi sama Ummi tuh bangga punya putri yang masyaallah shalehah dan santun seperti kamu, Yum."

"Alhamdulillah, Yumna belum sesempurna itu kok Bi."

Yumna selalu merendah ketika mendapat pujian, ia tak ingin takkabur. Bagaimana pun ia hanya manusia biasa yang diciptakan oleh Yang Maha Dahsyat yang tidak ada sekalipun yang mampu menandingi Kuasa-Nya. "Iya... tapi kamu sangat membuat Abbi dan Ummi bangga sayang."

"Kamu cerdas, santun, penyayang, dan rendah hati."

"Masyaallah..."

"Yumna."

"Iya, Abbi?"

"Jujur, Abbi dan Ummi memang bangga sama kamu. Kamu dokter yang pintar, kamu bisa masak, kamu berakhlaqul karimah." Pelan-pelan Hamdan ingin mengatakan apa yang sebenarnya terasa gatal di hatinya. "Akan tetapi, ada satu yang Abbi dan Ummi harapkan dari kamu nak."

"Apa itu Bi?"

Sejenak Hamdan hirup oksigen di sekitarnya, "Jadi, kapan kamu akan siap untuk menerima lamaran dari laki-laki yang serius sama kamu, Yum?"

Kalau sudah menyangkut hal yang seperti ini, Yumna juga sulit untuk menjawabnya. Yumna hanya mampu terdiam karena sulit baginya untuk menjawab pertanyaan seperti ini. "Mungkin belum waktunya Bi, lagian kalau nanti Yumna nikah - siapa yang jagain Ummi sama Abbi?"

Menuju Halal (Ramadhan Series) [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang