Tentang Salman dan Yumna yang percaya bahwa suatu hari nanti akan datang seorang manusia yang telah disuratkan Sang Maha Kuasa untuk menjadi teman hidup sampai ke surga nanti
[Sebagain bab sudah dihilangkan untuk kepentingan penerbitan versi cetak]
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
°°°
Sreeekkk... sreeekkk...
Waktu masih menunjukkan pukul sembilan pagi, namun hari itu Salman harus kembali sebentar ke rumah membawa desain yang ternyata kembali tertinggal di kamarnya. Rumah terasa kosong dan sepi, anak-anak masih ada di jam kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Usai menggendong tabung desainnya di punggung, Salman keluar dari rumahnya dan mengunci kembali gerbangnya.
"Eh Yumna, baru pulang praktek Yum?"
Salman tak sengaja bertemu dengan Yumna, perempuan bersneli dokter umum yang ada di depan rumahnya. "Eh mas Salman, anu mas saya sebenernya baru mau berangkat ke klinik sekarang." Jelas Yumna.
"Lho, bukannya jam praktek kamu itu jam tujuh sampai jam sepuluh ya?"
"Iya mas, tapi hari ini saya bertukar jadwal dengan teman saya makanya baru mau berangkat ke klinik sekarang."
"Ooh iya... iya..." Salman terangguk.
"Eh mau sekalian bareng gak Yum?"
"Eeh?!" Yumna sedikit kaget mendengarnya. "Anu mas, gak usah. Nanti saya malah bikin ganggu kerjaan mas Salman lagi."
Salman membukakan pintu jok di sebelah jok pengemudi. "Masuk Yum!" Pintanya sekaligus mempersilakan. "Bener gak apa-apa nih mas?"
"Enggak Yumna, gak apa-apa daripada kamu sendirian ke sana."
"Udah agak panas juga ini cuacanya."
Sampai pada akhirnya walau sempat menolak ajakan Salman untuk pergi bersama sekalian — Yumna kehilangan kata-kata lagi untuk menolak karena Salman sampai membukakan pintu untuknya. "Ayo masuk Yumna, entar kamu telat lagi!"
"I-iya mas."
Yumna menundukkan pandangan. Dalam hati ia merasa canggung dan tak enak karena merepotkan Salman sampai diajak pergi bersama segala. "Anu mas, saya jadi gak enak lho ngerepotin mas Salman gini."
"Ah gak usah gitu Yum, ini kan sekalian saya ke kantor saya juga."
"Iya mas."
Canggung tanpa obrolan. Yumna kebanyakan hanya dia sepanjang perjalanan sampai akhirnya Salman yang membuka obrolan lebih dulu. "Yum..." Sebutnya.
"Iya Mas Salman?" Tanggap Yumna.
"Anu, kamu katanya bisa masak ya?"
"Aaah... gak jago-jago amat sih mas, saya cuma bantuin Ummi aja di rumah."
"Tapi kan setidaknya bisa, kalau saya? Duh... jangan ditanya, saya sampe kasihan sama anak-anak saya yang makannya beli-beli terus. Maklum, saya cuma bisa masak telor, mie instan, sama nasi goreng doang Yum." Ungkap Salman mulai mengajak orang di sampingnya bicara agar suasana tidak canggung.
"Terus kalo buka sama sahurnya gimana mas?"
"Biasanya pulang kantor saya beli lauk buat buka sekalian sahur, sejauh ini sih ya rasanya cocok-cocok aja di lidah saya sama anak-anak." Yumna dengarkan curhatan Salman tentang bagaimana mereka biasa mendapat makan sahur dan buka selama Ramadhan ini.
"Tapi, ada satu permintaan anak-anak yang sulit saya tepati."
"Apa itu mas?"
"Sayur sop."
"Sayur sop?" Dahi Yumna bergerenyit.
"Iya, Kayla sama Zidan tuh pengen makan sayur sop tapi sejauh ini saya gak nemu sayur sop yang sesuai sama lidah mereka." Ternyata perkara sayur sop yang belum Salman tunaikan untuk dihidangkan menjadi menu sahur dan bukanya anak-anak di rumah. "Sejauh ini sayur sop buatan rumah itu yang paling cocok. Mereka lahap banget kalau makan itu, giliran beli dari yang katanya sayur sopnya nomor satu pun mereka bilangnya rasanya kebanyakan merica dan micin makanya kurang seger."
"Nah, kebetulan kan kamu bisa masak Yum."
"Kamu, bisa ajarin saya masak sayur sop gak?"
"Boleh-boleh saja mas, memangnya mas Salman ada waktu kapan?"
"Eem... sejujurnya saya hari ini gak akan pulang terlalu tapi ya masa mendadak sih Yum."
Kalau bisa hari ini mempraktikannya pun tak apa, tetapi kalau memang Yumna sibuk — bisa saja Salman atur jadwal lain untuk mendapatkan resel sayur sop. "Kalau mau hari ini juga gak apa-apa mas, mau Salman mau sop ayam atau sop sapi?"
"Eum... ayam aja deh."
"Eh tapi apa enggak apa-apa kalau langsung hari ini banget, Yum?"
"Gak apa-apa mas, paling nanti saya belanja dulu buat bahan-bahannya."
"Enggak usah Yum, biar saya aja sekalian pulang nanti."
"Kamu kirim aja apa yang kira-kira dibutuhin nanti pas masak, chat aja ke nomor saya Yum."
Yumna mengangguk, "Anu tapi..."
"Kenapa lagi Yum?"
"Anu..."
"Saya gak ada nomor mas Salman."
"Owalaahh...ya udah, ya udah kamu tulis sekarang deh!"
Salman minta Yumna hanya cukup menyebutkan apa saja bahan yang diperlukan untuk memasak namun rupanya di antara Salman dan Yumna sendiri, belum ada yang memiliki nomor ponsel masing-masing.
°°°
CUT
SELENGKAPNYA HANYA TERSEDIA DALAM VERSI BUKU CETAK
To Be Countinued...
°°°
Tumben-tumbenan momen Yumna-Salman banyak ya wkwkwk