14

6.4K 691 12
                                    

-

-

Mark menatap lamat benda berkilau yang berada dalam telapak tangannya. Sebuah perhiasan kecil yang tidak sembarang orang bisa memiliki. Sebuah pusaka milik Pack bangsawan di masa lalu. Mark meyakini jika benda ini memiliki pasangannya juga sebuah warisan yang di berikan secara turun temurun. Namun ia tidak mengetahui milik siapa, Mark sudah berusaha mencari tahu tetapi tidak berhasil.

Jika saja ada sedikit petunjuk dari benda itu, maka Mark akan mengerahkan segala kemampuannya untuk menemukan siapa pemilik liontin yang tengah ia genggam.

Mark tidak akan pernah melupakan hari itu. Hari di mana Mark nyaris kehilangan nyawa sekaligus hari dimana ia pertama kali merasakan jantungnya berdetak lebih cepat.
Ia menggenggam benda berkilau itu lalu meletakkannya tepat di mana letak jantungnya berada. Mark merasa hampa, ia terlalu kosong, Mark berharap ia masih memiliki waktu untuk menemukan kembali seseorang yang telah menolongnya di malam itu.

Siapapun sosok itu, Mark tidak akan melepaskannya begitu saja.

-

-

Jeno menemui Taeyong, ia sengaja membawa Jaemin agar tidak ada kesalahpahaman di antara Papa dan Matenya, Jeno hanya ingin semua orang menghargai keputusan yang dia ambil dan Jeno berharap semua akan berjalan baik-baik saja.

"Sayang?" Taeyong memeluk putranya sebentar lalu beralih menatap Jaemin yang hanya terdiam kaku menatap dirinya.

Bibir Taeyong tertarik ke atas membentuk sebuah senyum tipis yang berhasil membuat Jaemin kehilangan rasa gugupnya.

"Senang bertemu denganmu nak. Terimakasih sudah menerima Jeno dengan segala sifat keras kepalanya." Taeyong meraih telapak tangan Jaemin lalu mengusap jemarinya penuh rasa bersalah. Apa yang di katakan Jaehyun sudah membuka hatinya hingga ia bisa menerima Jaemin dengan hati tenang.
Ketika ia melihat Jaemin, pemuda manis itu sungguh mirip dengan Yuta. Hanya saja Jaemin lebih feminin karena mewarisi gen sang Ibu.

"Saya juga merasa beruntung bisa bertemu dengan seorang yang luar biasa sepertimu tuan." Jaemin sedikit gugup ketika Taeyong membawanya ke dalam pelukan singkat.

"Kau harus memanggilku Papa sejak hari ini. Mengerti?"

Jaemin mengangguk pelan. Ia menatap Jeno yang masih memperhatikannya dengan Taeyong. Sungguh situasi yang sangat canggung. Tetapi Taeyong langsung menariknya untuk duduk bersama meninggalkan Jeno yang masih berdiri mematung di tempatnya.

"Apa yang ingin kalian bicarakan? Pernikahan atau, tunggu sebentar--" Taeyong berdiri, mengambil sebuah benda persegi yang berada di tengah meja ruangan dan menekan salah satu tombol disana. Tirai ruangan yang semula terbuka saat ini tengah menutup dengan sendirinya.

Jeno berjalan mendekat, mengambil posisi tak jauh dari Jaemin hingga mereka berdua sama-sama berhadapan dengan Taeyong.

"Pa... aku sudah mengambil keputusan..." Jeno bertahan sebentar, menarik nafasnya pelan lalu menegakkan bahunya. "Aku akan meninggalkan Pack, mengikuti Jaemin dan hidup bersama dengannya. Semua sudah aku pikirkan dengan matang. Aku sudah meminta izin Dad, begitupun dengan Mark. Saat ini keputusan Papa menjadi hal yang sangat penting dan aku sangat berharap Papa mendukung apa yang ingin aku lakukan." Jeno berkata dengan sangat yakin. Ia menatap Taeyong tanpa ragu dan Taeyong tidak terkejut dengan sikap putra bungsunya yang tidak menyukai hal yang bertele-tele.

Taeyong menatap Jaemin selama tiga detik, kemudian tatapannya beralih pada Jeno. Usapan jemarinya pada telapak tangan Jaemin sedikit bergetar karena Taeyong masih memiliki rasa takut itu, rasa takut akan penolakan yang akan di terima Jeno apabila semua tidak berjalan seperti apa yang ia harapkan.

Forced Mate [Nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang