02

16.1K 2.1K 53
                                    

-






"Jaem... di luar salju sudah mulai turun, beberapa jalan mungkin sudah di tutup. Menginap disini tidak akan membuat Renjun khawatir."

Jaemin melewatinya namun Seungmin tak menyerah.

"Aku memiliki janji bertemu profesor jam tujuh pagi membicarakan hasil penelitian  kelompokku, kau ingat kan aku ketuanya. Jika aku sampai terlambat maka nama baikku akan hancur."

Seungmin menatap Jaemin dengan pandangan khawatir, ia bukan tidak ingin peduli dengan reputasi Jaemin tetapi keselamatan pemuda itu jauh lebih penting.

"Ini sudah tanggal sepuluh Jaem... kau yakin tidak apa-apa? Apa aku perlu meminta Hyunjin mengantarmu?" Tawarnya. Seungmin terlihat sangat gelisah. Selain dirinya, Hyunjin adalah orang yang akan menentang keras keputusan Jaemin yang memaksakan diri pulang di tengah malam seperti ini.

Jaemin menghela nafas. Ia menepuk pundak Seungmin sebelum memohon pamit untuk pulang meninggalkan toko sekaligus tempat tinggal Seungmin.

Seungmin memandang sendu punggung tegap Jaemin yang perlahan menjauh. Mereka telah saling mengenal jauh sebelum Jaemin kehilangan kedua orangtuanya, mereka adalah teman sepermainan bahkan ketika mereka masih mengompol di celana. Tidak ada yang tidak Seungmin ketahui, ia adalah orang pertama yang mendukung keputusan Jaemin membawa pulang Renjun dan Haechan ketika dua remaja itu mengalami nasib yang sama seperti Jaemin. Mereka adalah anak-anak korban dari kecelakaan pesawat dan menjadi yatim piatu pada hari yang sama.

Sungmin sangat mengkhawatirkan Jaemin, ia ingin pergi menemani tetapi ia saja tidak bisa menjaga diri, Seungmin hanya akan merepotkan Jaemin jika ia tetap memaksakan diri untuk mengantar pulang.

"Kau sudah menutup toko? Dimana Jaemin?" Suara Hyunjin terdengar, kepalanya bergerak menatap sudut dimana Hyunjin berdiri lalu berjalan menghampiri.
Keningnya berkerut mendapati Seungmin yang berdiri di tengah pintu tanpa Jaemin disana.

"Dia memutuskan pulang." Ujarnya. Seungmin melewati Hyunjin. Bergumam tak jelas melampiaskan kekesalannya karena Hyunjin yang terlalu lama pergi ke belakang.

"Dia benar-benar nekat!" Komentarnya. Sebenarnya ini bukan kali pertama Jaemin memaksakan diri pulang di tengah malam. Namun ketika ia melihat raut tak mengenakkan dari wajah Seungmin sedikit membuat Hyunjin bertanya-tanya.

"Ada dengan wajahmu? Huh? Tidak akan terjadi apa-apa dengan Jaemin. Dia menguasai bela diri."

"Kau tidak mengerti, Hyun-" Seungmin berbalik. Tatapan mereka bertemu selama beberapa detik namun Seungmin tetap tidak melanjutkan kalimatnya, tubuhnya berbalik memasuki ruangan.
Hyunjin terdiam untuk beberapa saat sebelum sebuah teriakan terdengar hingga membuatnya melompat menjauh menghindari lemparan kubis dari tangan berbakat milik Seungmin.

"Hyunjiiinnnn! Kau apakan DAPURKU! Bedebah sialan!!! AKU MEMBENCIMU!"



-

-



Jaemin turun dari bus, ia perlu berjalan sejauh satu kilometer untuk mencapai kediamannya, tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat. Jaemin sudah terbiasa, karena ia sudah melakukannya sejak kedua orangtuanya telah tiada.

Ia melangkahkan kakinya semakin cepat kala udara semakin terasa dingin menusuk, selain karena udara yang semakin dingin Jaemin juga merasakan hal aneh pada tubuhnya. Ia merasakan tubuhnya berkeringat jauh lebih banyak sedangkan ia tengah kedinginan, bukan ia tak menyadari apapun, Jaemin sudah melakukan kewajibannya, sebelum dirinya berangkat bekerja Jaemin sudah mengkonsumsi obat penahan heatnya bahkan melebihi dosis. Tanggal ia mendapatkan Heat beberapa hari lagi hingga ia merasa tak perlu membawanya kemanapun pergi. Tetapi Jaemin menyesali keputusannya.

Forced Mate [Nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang