SIXTH - GRIEF

21 21 19
                                        

"Yu-- Yuuunaaa" teriak kami bersamaan.

Aku melihat seseorang yang terbaring ditengah orang yang sedang membacakan doa. Seseorang yang tubuhnya ditutupi oleh beberapa kain jarid.

Langkah kami terhenti, seolah berat untuk melangkah lebih dekat lagi, ku dengar sayup sayup beberapa orang itu, mereka bilang jenazah harus dimakamkan secepatnya, karena darah yang terus mengalir.

Beberapa lelaki lainnya kemudian pergi beranjak, mereka bilang akan menuju TPU untuk menggali makam Yuna.

Sebuah pelukan di leher mampu membuatku menengok, ku lihat aunty Dara memelukku. Aku membalas pelukannya, ia aunty Dara, ibu dari Yuna.

"Tanteee-" ucapku

"Vii, sahabat kamu, kakak kamu,,, anak Tante" ucapnya terbata.

"Tante yang kuat ya, Tante yang sabar" ucapku mencoba menenangkan ibu dari mendiang Yuna ini.

Bodoh sekali aku, bahkan saat ini aku juga butuh seseorang untuk menenangkan. Karena kedua sahabatku juga tengah berpelukan berdua, mencoba ikhlas menerima kenyataan malam ini.

Terutama Tzuyu. Ia bahkan sempat pingsan tadi, bagaimana tidak setelah mengantarku pulang dari taman tadi pagi, ia bertemu dengan Yuna di supermarket. Mereka berbincang hingga merencanakan untuk pergi ke taman yang tadi pagi kami datangi. Yuna teramat ingin kesana.

"Permisi bu, Jenazah harus segera dimandikan" ucap seorang ibu ibu menggunakan pakaian serba hitam datang menemui kami.

Semakin isak tangis dari Tante Dara, kali ini mamaku yang mengambil alih pelukannya. Orang tua kami dekat karena kami. Satu sekolah selama lima tahun tak hanya membuatku akrab dengan Yuna saja, tapi juga kedua orang tua kami.

"Sudah, ikhlaskan, ya" ucap mamaku mencoba menenangkan Tante Dara.

Aku, Tzuyu dan Dahyun berjalan mendekati jenazah sahabat kami. Dahyun memberanikan diri membuka wajah Yuna.

Banyak darah yang masih keluar dari keningnya, padahal masih ditutup oleh perban dari rumah sakit tadi.

Kami melihat wajahnya, bibirnya sedikit terbuka karena adanya luka disana, serta beberapa bagian yang memar.

Tak sanggup melihat lebih lama lagi, akhirnya Dahyun menutup wajah Yuna, sebenarnya belum rela.

"Permisi, penggalian makam sudah hampir selesai, jenazah bisa segera di urus sekarang" ucap bapak bapak yang menggunakan kaos garis garis berwarna merah cream.

Kami mundur beberapa langkah, memberikan akses supaya mereka tidak kesusahan kala mengangkat tubuh panjang Yuna.

Jenazah Yuna kini tengah dimandikan oleh ibu ibu yang bertugas memandikan jenazah. Harusnya Tante Dara juga, berhubung ia tak sanggup jadi ia tak ikut memandikan almarhumah putri tunggalnya.

Setengah jam lebih berlalu, jenazah Yuna selesai dimandikan, kami hanya melihat. Tidak tega rasanya, terlebih sehabis mendengarkan perkataan ibu-ibu yang melihat tadi.

"Ya ampun. Darahnya banyak banget"

"Kasihan banget, Rasanya ga tega"

"Kasihan banget banyak yang lebam juga ya di badannya"

"Lihat di bawah dengkul tadi gak? Ya ampun lukanya ngeri bener"

Begitulah kira-kira perkataan yang kami dengar tadi.

Mamaku masih mencoba menenangkan Tante Dara, wanita yang lumayan tua itu jatuh pingsan.

Yang bertanya dimana ayah Yuna? Ayah Yuna tengah berada di luar negeri beberapa bulan, dan kini beliau sudah berada ditengah perjalanan pulang kerumah.

I Love you, Vii ! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang