Chapter Fourteen

100 50 215
                                    

✿ HAPPY READING ✿
.
.
.
"Pergi tanpa kabar bukan berarti tak akan kembali untuk selamanya. Suatu saat, ia pasti akan kembali. Meski dengan segala bahaya yang dibawanya."

-Javran Nathanio Elkana-

***

"Gue tahu. Lo emang nggak pacaran sama dia, tapi lo punya hubungan yang lebih dari itu. Bukankah begitu?"

Satu kalimat yang sempat ia dengar dari Andra tadi sungguh mengganggu pikirannya. Meski ia tidak tahu persis apa yang mereka bicarakan, namun rasa khawatirnya bertambah besar sekarang. Ia khawatir jika Andra berhasil mengembalikan ingatan Auris dan membeberkan semuanya. Tentu bukan hanya keselamatan Auris saja yang dipertaruhkan, namun juga nama baik keluarganya.

Javran menghembuskan nafas panjang. Cowok itu turun dari taksi yang baru saja tumpangi dan berjalan masuk menuju rumahnya. Langkah kaki cowok itu terhenti saat kedua matanya menangkap dua mobil yang terparkir rapi di halaman rumahnya. Itu mobil milik ayahnya. Ia yakin itu.

Menyadarinya, cowok itu segera melangkah kakinya dan masuk ke dalam rumah. Tak ada siapa-siapa di ruang tamu. Namun ia mendengar suara percakapan dari ruang makan. Ia segera berjalan cepat menuju ruang tersebut. Dan benar, ayahnya tengah makan malam di ruang tersebut. Ia baru saja hendak berteriak marah namun urung begitu ia melihat dua orang lainnya. Itu... Alina dan ayah kandungnya, Arseno Wijaya.

"Hai, putraku, kamu sudah pulang?" Artha Pradita- ayah kandung Javran- segera menyapa begitu melihat Javran pulang.

"Kapan Papa pulang kesini?" tanya Javran cepat.

Artha tersenyum tipis. "Tadi siang, maaf Papa tidak mengabari, Papa tidak ingin menggangu kesibukanmu," balasnya.

"Duduklah kemari dan makan malam bersama," ujar Artha.

"Mari, Javran. Akan lebih menyenangkan jika makan bersama, bukan?"

Javran baru saja hendak menolaknya, namun ia urung begitu Seno angkat suara. Ia tak enak jika harus menolak permintaannya. Cowok itu lantas duduk di salah satu kursi yang kosong dan meletakkan tas punggungnya di kursi sebelahnya yang kosong.

"Papa merasa sepi jika harus makan sendirian, jadi Papa mengundang Seno kemari. Lagipula..." Artha menjeda sejenak kalimatnya demi melihat ke arah Alina yang duduk tepat di sebelah Javran. "Papa sudah lama tidak melihat Alina dan Seno, Papa jadi merasa rindu."

Mendengar namanya disebut, Alina lantas menarik kedua ujung bibirnya demi sopan santun.

Artha dan Seno memang telah saling mengenal sejak lama. Bahkan keduanya telah bersahabat dengan baik sejak mereka masih duduk di bangku SMA dulu. Tak khayal jika begitu pulang dari luar negeri ia segera mengundang Seno untuk makan malam. Alina ikut serta datang hanya karena permintaan ayahnya, jika tidak, tidak mungkin ia akan mau ikut.

Persahabatan yang telah lama terjalin di antara kedua ayahnya, tentu saja membuat Alina dan Javran telah saling mengenal sejak lama. Mereka pertama kali bertemu saat kelas satu SMP. Saat Javran baru saja pindah dari Bandung. Meski telah lama mengenal, bukan berarti mereka telah mengenal dengan baik satu sama lain.

"Bagaimana sekolah kamu? Berjalan baik, kan?" tanya Artha di sela-sela makan malam. Ia menatap putranya itu dengan sebuah senyum di wajahnya.

The False Reality (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang