Chapter Twenty Two

64 33 236
                                    

HAPPY READING
.
.
.

Itulah indahnya kebersamaan. Ia mampu menghidupkan apa yang telah lama hampa menjadi berwarna.

***

"Kalau lo mau mati di tangan Artha, mati aja sendiri dan jangan pernah libatin orang lain."

"Gue nggak akan berhenti di tengah jalan hanya karena ancaman nggak guna kayak gini. Jadi, mari kita lalui bersama kali ini."

Kalimat-kalimat itu terngiang di kepala Auris bak kaset rusak. Perasaannya kini campur aduk. Ia tak ingin melibatkan orang lain lagi seperti kata Raka. Namun melihat betapa kukuhnya Andra yang tetap ingin membantunya, Auris merasa tak enak.

Secara garis besar, ini adalah permasalahannya sendiri. Permasalahan yant timbul karena ayahnya yang tak menginginkannya hidup di dunia ini. Ia tak terlalu paham mengapa Artha begitu tak menginginkannya. Apakah hanya karena ia adalah satu-satunya anak perempuan yang ia punya? Ataukah hal lainnya?

"Ting! Tong!"

Suara bel itu membuat Auris tersadar dari lamunannya. Ini pukul tujuh malam, biasanya ia baru memesan makanan pada jam segini. Namun hari ini ia sedang tidak memesan makanan dari manapun. Lalu? Siapa yang datang kemari?

"Ting! Tong!"

Suara bel tersebut terdengar lagi. Auris lalu beranjak bangkit dari duduknya untuk membukakan pintu.

"Andra?" herannya begitu tahu ternyata cowok itu yang datang ke apartemennya.

Andra tersenyum manis lalu mengangkat sebuah kantong plastik yang berisi makanan ke depan wajahnya. "Nih, buat lo," ujarnya sembari mengulurkan kantong plastik tersebut kepada Auris.

"Lo ngapain beliin gue makanan?" tanya Auris heran.

"Gue tahu lo belum makan, jadi gue beliin sekalian," balas Andra dengan sebuah senyum yang terpampang di wajahnya.

"Nih." Andra kembali mengulurkan kantong plastik tersebut kepada Auris. Dengan ragu gadis itu lalu menerimanya. "Makasih, Ndra. Sorry, jadi ngerepotin."

Andra menganggukkan kepalanya. "Nggak papa, santai aja."

Suasana mendadak senyap begitu keduanya tak lagi membuka suara. Auris menatap sebagian rambut Andra yang basah lalu bertanya, "Lo habis mandi?"

"Enggak, tadi kehujanan sedikit," balas Andra. Benar, ia sedikit kehujanan saat membeli makanan tadi. Namun untung saja hanya gerimis jadi ia tidak basah kuyup seperti saat berkelahi dengan Javran di atap tempo hari.

Auris ber-oh pelan begitu mendengar jawaban yang Andra berikan. Suasana kembali senyap. Keduanya masih berdiri di tempat masing-masing. Andra lalu berdehem pelan untuk mencairkan suasana.

"By the way, mau makan bareng?" tanya Andra menawarkan.

Auris menggelengkan kepalanya pelan. "Nggak usah nggak papa."

"Emm... Gue belum terbiasa sendirian, jadi, lo mau temenin gue?" pinta Andra.

Tidak, itu hanyalah alasan. Meski sebelum ini keluarganya lengkap, ia juga terbiasa makan dan melakukan apapun sendirian. Orangtuanya sibuk dengan pekerjaan dan hanya adiknya yang terkadang bisa menemaninya. Ia hanya merasa khawatir Auris akan berkelahi kembali dengan rasa traumanya jika sendirian di saat hujan deras akan tiba.

The False Reality (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang