Chapter Twenty

89 51 125
                                    

HAPPY READING
.
.
.

"Rasa suka yang bermula dari rasa simpati dan rasa benci adalah perasaan yang sungguh hebat."

***

Sebuah mobil yang Javran kendarai berhenti dengan mulus di pelataran di parkiran sekolah yang sedikit ramai oleh anak-anak yang baru saja datang ke sekolah.

Mobil berwarna merah yang belum pernah terlihat di SMA Yudhistira itu berhasil menyita perhatian sebagian besar para murid. Namun, yang lebih menyita perhatian lagi adalah Andra dan Auris yang juga turun dari mobil itu bersama Javran.

Mereka tentu bertanya-tanya dan berbisik-bisik satu sama lain. Mempertanyakan mengapa ketiganya berangkat bersamaan ke sekolah. Padahal, dua hari lalu Andra dan Javran jelas masih saling pukul dengan amarah satu sama lain. Dan setahu mereka, Andra dan Javran saling pukul karena memperebutkan Auris. Begitulah kabar yang masih hangat diperbincangkan di sekolah ini.

"Ngapain lo pada liatin kita segitunya?" tanya Javran dengan ketus. Ia sungguh merasa terganggu dengan tatapan mereka yang mengarah kepadanya.

Mendengar kalimat yang barusan Javran ucapkan, mereka lalu beranjak dari tempatnya dan segera berlalu menuju kelas mereka masing-masing.

"Kalau lo nggak ngaku-ngaku pacaran sama Hilda nggak bakalan mereka liatin kita gitu." Andra membuka suara.

"Kalau lo nggak pindah kesini nggak bakal gue ngelakuin itu." Tak ingin disalahkan, Javran balas menyalahkan Andra.

Auris yang berada di antara keduanya nampak menghela nafas jengah. "Lo berdua mau gelud lagi nih? Kalau gitu gue pergi," ujarnya lalu beranjak pergi.

Andra dan Javran saling melempar tatapan masing-masing lalu menyusul Auris yang sudah berjalan di depan mereka.

"Btw, jangan panggil gue Hilda di sini, gue cuma takut ada yang mata-matain kita," pinta Auris dengan suara pelan begitu Andra dan Javran berjalan di sebelahnya.

Kedua cowok itu lalu menganggukkan kepala mereka. Benar, meskipun semua murid di sekolah ini tak ada yang nampak mencurigakan, namun mereka harus tetap berhati-hati atas segala kemungkinan buruk.

"STOP!"

Entah dari mana datangnya, Fara tiba-tiba berdiri di hadapan Auris, Javran, dan Andra dengan merentangkan kedua tangannya. Hak itu membuat ketiganya sontak menghentikan langkah mereka.

Vino yang baru saja datang berdecak pelan lalu menurunkan kedua tangan Fara dengan sedikit sebal. "Ngalangin jalan tahu, nggak?"

Fara berdecak sebal. Ia menatap Vino dengan kesal. "Lo apaan, sih."

Vino tak menanggapi Fara. Cowok itu beralih menatap ketiga manusia yang kini juga menatap ke arahnya.

"Lo bertiga kemana kemarin, hah? Enak ya bolos bareng-bareng? Mana nggak ngajak lagi," ujar Vino dengan kesal.

Andra, Javran, dan Auris saling tatap satu sama lain. Kemarin, mereka memang tak berangkat ke sekolah. Auris merasa tak enak badan setelah diguyur hujan semalaman, dan Javran melarang dengan keras agar tak datang ke sekolah. Ia bahkan merawat Auris di pagi harinya, memberi obat, lalu pergi dari apartemen Auris.

The False Reality (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang