Chapter Eighteen

43 22 16
                                    

HAPPY READING
.
.
.

Apa yang kita dengar dan apa yang kita lihat terkadang belum tentu kebenarannya. Dan semua itu butuh waktu agar semua kebenaran tersebut terungkap.

***

Mengikuti kemauan Javran agar ia ikut pindah ke Bali sama saja ia menyerah dengan tujuannya. Ia datang kemari dengan membawa tujuan yang telah lama ia genggam, dan ia tak akan melepas genggamannya begitu saja hanya karena ulah Javran.

Andra sudah tahu jika Javran pasti akan membuatnya berhenti bagaimanapun caranya. Tapi melibatkan orang tuanya dalam masalah ini, tentu itu bukanlah hal yang tepat. Karena itulah Andra memutuskan untuk tetap di Jakarta. Ia harus menuntaskan tujuannya terlebih dahulu meski harus berpisah dengan keluarganya.

Orang tua Andra sempat menolak dengan telak, namun Andra pun sama halnya. Ia tak ingin pindah dari Jakarta. Setelah sempat bercek-cok panjang, akhirnya orang tua Andra mengalah dan mengijinkannya untuk tetap tinggal di Jakarta. Dengan berbagai syarat tentunya.

Semalam, keluarganya telah pergi ke bandara untuk pergi ke Bali. Sedangkan Andra, karena suasana hatinya yang begitu buruk dan karena tak ingin mendengar Pak Heru memarahinya habis-habisan, ia memutuskan untuk mengurusi pindahannya.

Benar, Andra kini memilih untuk tinggal di sebuah apartemen. Apartemen yang sama dengan apartemen yang Auris tinggali saat ini. Dan beruntungnya, ia mendapatkan unit yang tepat berhadapan dengan unit yang Auris tinggali. Dengan begini, Andra yakin tujuannya akan segera terselesaikan.

Hujan deras nampak mengguyur kota di luar sana. Andra baru saja selesai memberesi barang-barangnya saat makanan yang baru saja ia pesan datang. Cowok itu beranjak dari duduknya kala mendengar suara bel untuk mengambil makanan pesanannya.

Andra hendak langsung masuk ke dalam. Namun saat mendengar suara seperti barang yang terjatuh dari unit apartemen Auris, ia menghentikan langkahnya sejenak. Cowok itu menatap pintu apartemen itu lekat-lekat lalu perlahan, ia mendengar suara isak tangis yang terdengar samar. Ada apa? Apakah Auris tengah menangis?

Andra meletakkan makanannya lalu beranjak menuju apartemen Auris. Ia mengetuk pintu beberapa kali. "Auris!" Serunya. Namun tak ada jawaban dari gadis itu.

Ditatapnya smart door lock di pintu apartemen tersebut. Ia tak ingin lancang, namun mendengar suara tangisan Auris membuatnya merasa khawatir. Perlahan ia menekan beberapa nomor yang menurutnya benar namun ternyata salah.

Apakah Auris memasang tanggal lahirnya sebagai pin pada kunci pintu tersebut? Tak ada salahnya mencoba, Andra menekan beberapa nomor lagi namun ternyata salah. Cowok itu mengerutkan keningnya dengan heran. Jika bukan tanggal lahirnya, apa mungkin tanggal lahir Hilda?

Meski ragu, Andra tetap mencoba memasukkan tanggal lahir Hilda untuk membuka pin pada pintu di hadapannya. Dan benar, pintu tersebut dapat terbuka.

Andra segera mencari keberadaan Auris melalui suara isak yang masih terdengar itu. Gadis itu berada di kamar dan Andra segera menghampirinya.

Cowok itu mematung beberapa saat di tempatnya. Perasaannya tiba-tiba terasa campur aduk saat melihat keadaan Auris. Gadis itu duduk dengan memeluk lututnya, penampilannya nampak lusuh dengan seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya. Rambutnya berantakan dan berbutir-butir nampak berserakan di depannya.

The False Reality (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang