Mina termenung di dalam kamarnya. Pertemuannya dengan Chaeyoung 3 minggu lalu terus terngiang-ngiang di kepalanya. Sejak itu perasaannya merasa tidak tenang. Chaeyoung bahkan tidak datang lagi ke rumahnya semenjak pertemuan itu. Dia bahkan tidak tahu harus menjawab apa saat Ryujin bertanya padanya dan membuat dia harus memutar otaknya.
"Ma..., Papa kemana? Kenapa tidak datang?"
"Papa sedang berada di luar kota, Nak. Papa tidak sempat berpamitan sama Ryujin karena pekerjaan Papa mendesak dan tidak bisa ditinggal."
"Berapa lama?"
"Mama tidak tahu, sayang. Tapi..., Papa pasti kembali lagi."
Dia bahkan menjawab itu semua dengan keraguan yang besar. Dia sendiri tidak tahu apa-apa. Apa Chaeyoung ingin menyendiri untuk saat ini?
Wanita itu menatap bayangannya di cermin meja riasnya. Di tatapnya dalam pantulan dirinya itu lalu pandangannya perlahan turun dan berhenti pada benda mengkilau yang melingkar indah di lehernya. Kalung berbantul Tulip pemberian Chaeyoung. Tangan kanannya terangkat dan menyentuh bandul berbentuk bunga Tulip itu. Menggenggam bandul itu. Lalu terlintas satu hal di kepalanya. Maka yang Mina lakukan adalah meraih tas kecilnya dan beranjak keluar dari kamarnya. Mina akan menemui dia.
Tak sampai satu jam Mina tiba di tempat tujuannnya. Wanita itu turun dari taksi dan melangkah masuk ke dalam gedung yang berupa kantor itu.
Menuju ke arah ruangan tujuannya setelah mendapat ijin dari resepsionis. Ia harus membicarakan ini dengannya. Setelah sampai, tanpa mengetuk terlebih dahulu Mina membuka pintu sehingga membuat pemilik ruangan terkejut.
"Mina?"
Pria itu berdiri dari kursi kerjanya dan berjalan mendekat kepada Mina yang berdiri lima langkah di depannya.
"Ada apa kau ke sini? Kenapa tidak memberitahuku?" tanya Jeongyeon karena wanita ini tiba-tiba datang ke kantornya.
"Jeong, aku ingin membicarakan sesuatu" ujar Mina.
Ia sudah mematangkan keputusan saat diperjalanan menuju kemari.
"Baiklah. Apa...," belum sempat Jeongyeon menyelesaikan perkataannya, Mina sudah memotongnya dengan perkataan yang membuatnya sedikit terkejut.
"Aku ingin pernikahan kita batal."
"Apa?"
Mina menarik napas pelan,
"Aku tidak bisa menikah denganmu Jeong. Aku ingin membatalkannya."
Jeongyeon terdiam sejenak, menatap ke arah mata Mina.
"Kenapa?" tanya Jeongyeon tenang.
Kini Mina yang dibuat diam. Dia sendiri tidak tahu alasannya, kenapa dia harus membatalkan pernikahan ini. Dia hanya merasa jika ini harus di hentikan.
"Aku..., Aku tidak tahu. Aku..., hanya ingin membatalkannya." balas Mina dengan nada ragu yang terdengar jelas di telinga Jeongyeon.
Pria itu mendengus lalu seringai tipis muncul di bibirnya,
"Tidak perlu ada yang dibatalkan. Karena tidak akan ada pernikahan yang terjadi."
Mina menatap Jeongyeon dengan tatapan bingung,
"Apa?"
Jeongyeon menghela napas pendek. Ia rasa, ini sudah saatnya. Ia sudah tidak bisa lagi menyimpannya. Ia juga tidak bisa melihat Mina terus menerus seperti ini.
"Dengarkan aku dan jangan menyela!"
"Aku.. tidak benar-benar mencintaimu sebagai wanita, Mina." Jeongyeon berkata dengan raut wajah biasa.