25

428 33 2
                                    

Yoona melangkahkah kakinya menuju ke pintu utama rumah megah itu setelah mendengar suara ketukan terdengar. Membuka kedua pintu putih itu dan menampilkan seseorang yang sangat ia kenal.

"Chaeng."

Tanpa menyapa ibunya, Chaeyoung masuk ke dalam rumah yang sudah lama tidak ia kunjungi. Menggeret koper miliknya dengan langkah pelan. Mendudukkan tubuh lelah itu di salah satu sofa ruang tamu. Raut wajah sendu terlihat jelas dimata Yoona. Wanita paruh baya itu menghela napas pelan. Menatap kasihan putra tunggalnya itu. Kaki yang masih jenjang itu menghampiri pria yang tengah termenung sambil menatap kosong lantai disana. Ia duduk tepat disamping Chaeyoung.

"Chaeng." panggil Yoona lagi sambil menyentuh pundak sang anak.

"Aku mengambil keputusan yang tepat kan, Ma? Aku melakukan hal yang benar, kan, Ma?" tanya Chaeyoung lirih dengan arah mata pandang yang menatap kosong lantai marmer itu.

Yoona diam tak menjawab. Ia tidak tahu harus menjawab bagaimana. Ia tidak ingin jika jawabannya justru akan membuat putranya ini semakin bersedih. Ia bahkan tidak tahu harus berbuat apa sekarang.

"Yang aku lakukan sudah benar kan, Ma?" kini Chaeyoung mengalihkan pandangannya menatap wajah cantik wanita yang sudah melahirkannya di dunia ini dengan mata yang berkaca-kaca.

"Aku..., Aku tidak apa-apa meski hanya hidup sendiri. Aku tidak masalah. Iya kan, Ma?" tanya Chaeyoung dengan senyuman yang terkesan dipaksakan karena tetesan air mata Chaeyoung ikut menemani senyuman itu.

Seorang ibu yang melihat anaknya seperti ini pasti tidak akan tega. Maka yang dilakukan Yoona adalah merengkuh tubuh bergetar itu dan mengelus lembut punggung anaknya.

Chaeyoung yang sedaritadi menahan sesak dan air mata akhirnya tumpah. Chaeyoung membalas rengkuhan ibunya dan menangis di pundak yang selalu tersedia untuknya.

Yoona hanya diam dan mendengarkan suara tangis putranya ini. Chaeyoung seperti kembali menjadi anak kecil yang menangis dan mengadu pada sang ibu. Yoona masih tidak bersuara dan membiarkan Chaeyoung. Cukup lama waktu yang dibutuhkan untuk Chaeyoung kembali tenang dan melepas dekapannya.

"Tidak salah kan, Ma? Aku sudah melakuka hal benar kan, Ma? Aku sudah melepasnya. Aku sudah melepas Mina demi kebahagiaannya. Meskipun akan sulit dan rasanya akan sangat menyakitkan, itu tidaklah lebih penting dari kebahagiaan Mina. Aku tidak masalah meski harus menanggungnya. Karena aku pantas mendapatkannya atas kesalahanku." ujar Chaeyoung dengan senyuman kecilnya. Ia tak ingin menjadi egois.

Ia tidak bisa menolak jika Mina ditakdirkan bersama Jeongyeon. Ia harus menerimanya dengan lapang dada meski menyakitkan. Ini juga dimulai karena kesalahannya. Tuhan memberikan yang setimpal untuknya dan itu pantas untuk ia terima. Ia juga harus sadar diri jika Mina memang sudah tidak ingin kembali lagi bersamanya. Ia harus tahu itu. Ia harus membiarkan Mina memilih kehidupan barunya. Mina juga berhak bahagia meski bukan karena dirinya. Biarkan Mina yang bahagia dan dia yang tersakiti.

Ah..., Ia bahkan tidak berhak merasa tersakiti sekarang karena ini juga salahnya dan ia harus bertanggung jawab akan kesalahan yang ia perbuat.

"Jika itu yang menurut kamu pilihan terbaik, berarti kamu sudah memutuskan hal yang benar, Chaeng." ujar Yoona.

Hanya itu yang bisa Yoona katakan. Ia tidak bisa memaksa anaknya untuk terus berjuang jika memang dia sudah merasa lelah. Perjuang juga ada batasnya. Perjuangan akan tetap berjalan jika masih bisa. Tapi bagaimana dengan tujuan kita berjuang hilang dan tak mau diperjuangkan? Sebagai seorang ibu, Yoona mendukung keputusan Chaeyoung jika memang itu yang terbaik untuk keduanya. Ia tidak bisa berbuat apa-apa.

"Sekarang apa yang akan kau lakukan, Nak?" tanya Yoona Chaeyoung.

♡♡♡♡

ꜰᴀɪᴛʜTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang