Satu tahun kemudian...
Diruang tengah sebuah rumah minimalis berlantai dua, seorang wanita sedang bersandar nyaman disofa berwarna merah yang berhadapan langsung dengan televisi besar yang menyala, wanita itu tengah mengupas buah apel dengan satu piring buah tersebut dipangkuannya. Melahap potongan daging putih manis itu dengan atensi yang sesekali melihat ke arah Televisi.
"Kami pulang." Suara berbeda dari dua orang laki-laki menyapa indra pendengaran wanita itu. Senyuman cantik terlukis dibibirnya saat dua orang yang ia cintai itu berjalan tenang menghampirinya.
"Hai, Sayang." Pria yang lebih dewasa mengecup kening wanita itu dan mendudukan dirinya disamping kanan sang istri. Merangkul pundak sang istri dengan sayang. Sedangkan bocah laki-laki yang berusia 7 tahun itu duduk disamping kiri dan ikut memakan buah yang sudah dipotong sang ibu.
"Bagaimana dengan rapor Ryujin?" tanya Mina pada sang suami yang baru saja pulang dari sekolah dasar tempat Ryujin belajar untuk mengambil rapor semester ganjil. Saat ini Ryujin sudah kelas satu SD.
"Hasilnya sangat bagus. Bahkan kata gurunya dia yang paling bagus." jawab Chaeyoung dengan senyuman bangga.
"Wah..., anak Mama pintar sekali." puji Mina sambil mengacak pelan rambut Ryujin yang tersenyum lebar. Sebagai seorang ibu, tentu saja ia merasa bangga.
"Terimakasih, Ma. Ryujin harus jadi anak pintar biar Papa dan Mama bangga. Ryujin pasti bisa dapat peringkat pertama nanti." Ujar Ryujin membuat orang tuanya tertawa
kecil."Tentu saja. Tapi Ryujin jangan terlalu keras belajarnya, ya, Nak. Ryujin juga butuh bermain dan istirahat." Ujar Mina lembut yang dibalas anggukan oleh putranya itu.
Chaeyoung dan Mina menikah kembali dua minggu kemudian setelah kejadian dibandara lalu. Mengingatnya kembali membuat kedua orang itu malu karena semua orang disana menonton mereka.
Setelahnya mereka pindah ke rumah yang dibeli oleh Chaeyoung. Rumah yang tidak terlalu besar dan mewah sesuai permintaan Mina. Rumah yang nyaman itu sudah cukup bagi Mina. Chaeyoung pun tak mempermasalahkannya, selagi dia masih bersama istri dan anaknya.
"Sekarang, Ryujin pergi ke kamar dan ganti baju." suruh Mina yang segera dilaksanakan oleh Ryujin.
"Aku merindukanmu, Sayang." bisik Chaeyoung pada Mina.
"Aku juga merindukanmu, suamiku." Mina ikut berbisik membuat mereka terkekeh kecil.
Chaeyoung mengecup pipi kanan sang istri yang disambut semburat merah tipis. Ayolah..., Kalian bukan lagi seorang remaja yang tengah dimabuk cinta. Seperti itulah pasangan suami istri ini. Semakin hari mereka semakin romantis. Mereka juga terkadang bertengkar tapi itu tak butuh waktu lama mereka saling meminta maaf dan kembali menjadi pasangan yang romantis.
"Chaeng" panggil Mina yang masih bergelung nyaman didekapan Chaeyoung.
"Hm?"
"Bagaimana dengan..., Somi?" tanya Mina pelan seraya menoleh ke arah Chaeyoung.
Chaeyoung menghela napas pelan,
"Dari yang aku dengar, dia semakin bertambah parah." Ujar Chaeyoung tanpa melepaskan dekapannya.
"Kejiwaannya semakin terganggu. Dia juga sering mengamuk, tertawa sendiri dan kadang menangis sendiri. Dia bahkan menyebut namamu saat mengamuk. Dia sama sekali tidak merasa bersalah." Lanjut Chaeyoung membuat Mina terdiam.
Ia teringat kejadian saat baru beberapa hari setelah dia menikah. Kejadian saat penculikan Ryujin. Saat itu dia masih belum pindah ke rumahnya yang sekarang. Ia berada dirumah Yoona. Entah bagaimana caranya, Somi menyelinap masuk ke dalam rumah Yoona pada tengah malam dimana semua orang telah tertidur. Somi masuk ke dalam kamar Ryujin dan membawa pergi Ryujin yang tidur saat itu. Mina sangat panik karena tidak bisa menemukan Ryujin pada pagi harinya sehingga membuat heboh seluruh rumah. Chaeyoung dan Minho melakukan pencarian dengan dibantu oleh polisi dan Tzuyu yang kebetulan berteman dengan seorang detektif. Selama pencarian, Mina tak henti-hentinya menangis karena rasa kekhawatiran yang menyelimutinya dengan Yoona yang terus menenangkan menantunya itu meski ia juga mengkhawatirkan cucunya. Mina tidak bisa berpikir jernih karena terus memikirkan Ryujin yang tak kunjung ditemukan. Mina bahkan tidak mau makan sebelum bisa melihat putranya kembali. Sedangkan ia tidak tahu, apakah putranya makan dengan baik atau tidak. Sehingga membuat Mina tidak sadarkan diri dan harus dilarikan ke rumah sakit.