2.1 Dadda dan mulut kotornya

1.9K 207 29
                                    

Jena super rewel. Anak yang sedang dalam masa pertumbuhan itu akan tumbuh gigi. Dibanding Jean, Jena tipe anak yang ekspresif. Jika merasakan sesuatu, ia akan mengeluarkan emosinya. Seperti sekarang ini, rasa gatal yang ada pada gusinya membuat Jena menggigit apapun yang ia pegang. Jungwon pusing sendiri waktu dengar Jean nangis karena tangannya digigit sang adik. Kayaknya Jena anak Jungwon banget.

"Mas capek gak, sih? Jena nakal banget aku pusing, lihat lengan Jean, digigit sama anak itu." Jay tertawa mendengar keluhan Jungwon. Pria dengan setelan jas kerjanya itu menggendong putrinya yang asyik menggigit bebek karet.

"Lucu suka gigit gigit, kayak Bubu."

"Maksud kamu apa?" Jungwon berkacak pinggang di hadapan Jay. Jay memindahkan posisi Jena pada tangan sebelah kirinya, kemudian merangkul Jungwon dengan tangan kanannya.

"Iya, yang suka gigit gigit aku siapa?"

"Berani kamu ngomong gitu di depan Jena?" Jay hanya tertawa acuh pada omelan Jungwon.

Jay merasa lengkap. Kalau dulu, sebelum menikah lebih tepatnya, Jay lebih mudah merasa kesepian. Meskipun ia bukan tipe yang penyendiri, tetap saja merasa ada yang kurang. Berbeda saat ia memiliki Jungwon, Jean dan Jena di hidupnya. Rumahnya terasa lebih ramai. Jay juga menemukan fakta, bahwa tempat pulang tak selalu rumah.

"Jean sayang lihat Dadda udah pulang," Jungwon menghampiri anaknya yang masih shock akibat gigitan yang lebih muda. Jean sudah tak menangis, hanya saja ia menjadi lebih suka termenung sembari mengusap lengannya yang merah.

"Aku mandi dulu, Ju."

"Mau aku siapin makanan?"

"Boleh, deh."

Jay menidurkan Jena di tempat tidur khusus bayi. Sedangkan menggendong Jean naik ke kasurnya. "Jangan nakal, Bubu mau ke dapur. Dadda mandi dulu, ya?"

Jungwon menghangatkan makanan yang siang tadi ia masak. Kemudian duduk di meja makan menunggu makanannya benar-benar hangat. Ah, besok hari libur. Tiba-tiba ia kepikiran untuk ajak keluarga kecilnya jalan-jalan. Ia harus membicarakan hal ini dengan Jay setelah Jay makan. Kapan lagi keluarganya akan berkumpul seharian, kan?

Jungwon terkejut saat ada kepala yang mendarat di bahunya. "Ngelamun aja? Mikirin apa? Tadi kompor nyala aku yang matiin."

"Ah, iya maaf."

"Mikirin apa?"

"Makan dulu sana. Nanti kalau udah selesai makan aku mau ngomong. Dan juga Mas, rambut kamu basah bisa minggir gak?"

"Haha, aku ngambil anak-anak dulu di kamar."

Mereka berkumpul di meja makan. Jena yang belum bisa duduk sempurna itu berada pada pangkuan Jay. Anak itu akan menjadi lebih tenang jika berada di sekitar Jay. Dan akan sedikit menyebalkan jika berada di sekitar Jungwon.

"Je, mau pisang ngga?"

"Mau," jawab Jean dan Jay. Jena juga ikut menoleh ke arah Jungwon. Duh, kenapa jadi nengok semua.

"Kamu ngomong sama siapa, sih?" Kesal Jay.

"Jean, kalau Jena udah pasti aku kasih pisang. Kamu kenapa ikutan jawab?" Jungwon tertawa.

"Oh, Jena sama Jean doang?" Jay memandang malas ke arah pisang yang Jungwon pegang.

Jungwon melembutkan pisang pada sebuah mangkuk untuk Jena. Kemudian mengupas satu untuk Jean. Ia melirik sedikit ke arah Jay yang tengah menyuapi Jena dengan kesal.

"Buka mulutnya," Jungwon menyodorkan pisang yang belum di kupas kulitnya ke arah Jay. "Monyet aja makan pisang dibuka dulu kulitnya," gerutunya.

Jungwon tertawa, "bercanda astaga. Sebentar ya bayi besar." Jungwon menyuapi Jay yang kini kelihatan lebih senang dari anak-anaknya.

Sebenarnya anak Jungwon ada berapa?

***

Jay yang telah berhasil menidurkan Jena kembali ke kamarnya dengan Jungwon. Ia meregangkan tubuhnya sebelum naik ke atas kasur. Pekerjaannya membuat dirinya terasa lelah. Tetapi saat pulang, melihat anak-anaknya dan Jungwon membuatnya merasa lebih baik.

"Tadi kamu mau ngomong apa?" Jay melepas kacamatanya kemudian menyandarkan tubuhnya pada bantal.

"Besok libur. Kalau kamu gak capek bisa gak kita jalan-jalan? Kemana gitu," Jungwon yang tadinya tengah merapikan kasur ikut duduk di sebelah Jay.

"Semalaman tidur juga udah cukup, jadi besok mau kemana?"

"Mas, tadinya aku mau ajak piknik aja di halaman rumah. Tapi kayaknya bakal capek beresinnya. Mana besoknya udah Senin lagi."

"Kamu lupa kita punya banyak pembantu? Mereka makan gaji buta kalau gak kerja, bear.." Jay menggelengkan kepalanya, "kalau mau piknik boleh, mau jalan keluar juga ayo."

"Mendingan jalan keluar, ayo belanja aja!"

Jay mengangguk setuju. Benar juga kalau dipikir-pikir, Jay jarang meluangkan waktunya untuk orang-orang tersayangnya. Ada waktu kalau ia sudah pulang kerja, itupun kalau anak-anaknya masih terjaga seperti tadi. Kalau sudah tidur, Jay tak akan punya kesempatan bermain dengan anak-anaknya.

"Jena ada demam? Ada ngerepotin kamu gitu nangis nangis karena gusinya gatal?" Tanya Jay.

"Dia cuma suka gigit sesuatu aja, apalagi kalau nyusu, paling kesel. Selebihnya gak ada, dia gak cengeng. Tapi setiap kamu berangkat kerja dia nangis, sebel deh, anak Dadda banget."

"Ada luka?" Tanya Jay khawatir.

"Gak kelihatan, tapi perih kalau mandi."

"Oh, ya? Berarti Jena lebih brutal dari Dadda nya dong?" Goda Jay.

"Anjing."

***

Halo ini Nabi!

Siapa kangen jaywonjeje cung!

Siapa yang udah baca long au akuuu di Twitter cung!

Siapa yang belum vote komen ceritaku cung!

SIAPAA YANG KEJANG-KEJANG PAS JAYWON VLIVE CUNGGGGG!

Ini isinya cuma keseharian aja ya gak kayak sebelumnya ada konflik berat, ada konflik tipis-tipis lah yaa.. tapi kayaknya bakal lebih banyak uwunya. Untuk privatter aku adain lagi gak yaa...? Gak ah 😁

Big love, Nabi <3

GivenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang