4. Prioritas Baru

87 10 0
                                    

"Jadi soal program kerja untuk dua bulan lagi, lebih baik kita milih ketua pelaksana secepatnya. Biar segala progressnya terarah," tegas Ryan, siswa kelas 12 yang masih aktif mengarahkan adik-adik kelasnya di klub Jeffin ini.

Gilang, salah satu anggota klub kelas 10 mengangkat tangannya dengan sigap. "Kak, gimana kalau ketuplaknya Kak Jeffin lagi. Melihat acara klub terakhir yang dipegang sama Kak Jeffin hasilnya memuaskan." Jeffin mendelik kaget mendengar perkataan adik kelasnya yang tanpa ragu itu.

"Hmmm... Gue sih percaya acaranya bakal sukses dipegang Jeffin, tapi gue minta jangan Jeffin lagi. Gue kasih kesempatan yang lain juga buat gali pengalaman jadi ketuplak. Jeffin juga pasti udah mulai sibuk kegiatan di OSIS. Jadi gue saranin jangan Jeffin lagi." Jawaban Ryan diangguki oleh semua anggota klub yang hadir.

Jeffin menghela nafas lega. Bukannya tidak mau membantu, tapi setidaknya beban pikiran Jeffin tidak bertambah banyak. Di sisi lain, Naya juga menghela nafas. Entah kenapa ada perasaan lega, karena Jeffin tidak menjadi ketua pelaksana lagi.

"Ada yang mau didiskusiin lagi gak? Kalau gak ada, gue tutup sampai di sini rapat klub hari ini. Buat yang belum piket siapa aja? Jeffin sama Naya belum ya? Jadi yang piket ruang klub hari ini Jeffin sama Naya ya. Gue pamit duluan." Ryan menutup agenda hari ini dibarengi dengan menutup binder cacatannya. Meraih tas ranselnya, lalu melangkah keluar meninggalkan adik-adiknya.

Anggota klub satu persatu pulang, hingga tersisa Jeffin dan Naya saja. Naya membagi tugas membereskan ruang klub dengan Jeffin. Naya memilih menyapu lantai, sedangkan Jeffin membereskan barang-barang untuk disimpan kembali ke tempatnya.

Huekkk.... huekkkk...

Naya berlari ke kamar mandi ruang klub, diikuti Jeffin di belakangnya karena khawatir. "Huekkkk... huekkkk...." Naya berusaha memuntahkan isi perutnya tapi tidak berhasil. "Lo kenapa, Nay?" ucap Jeffin khawatir sembari mengelus punggung Naya.

"Mual banget rasanya, Jeff... Huekkk... huekkk..."

Naya langsung membasuh mulutnya dengan air. Menarik nafas pelan, kemudian membuang dengan pelan juga. Berusaha menstabilkan tubuhnya. Jeffin menuntun Naya kembali ke ruang klub. Mendudukkan Naya di salah satu sofa yang berada disana.

"Gue anter lo pulang sekarang ya? Kayaknya lo masuk angin deh. Nanti kita mampir ke apotik buat beli obat," tawar Jeffin. Naya sama sekali tidak menggubris perkataan Jeffin, ia malah mengendus-ngendus tubuh Jeffin.

"E-eh? K-kenapa, Nay? Badan gue bau ya? Makanya lo tadi muntah-muntah?" Jeffin merasa bersalah. Padahal hari ini tidak ada kegiatan yang terlalu banyak mengeluarkan keringat. Sebau itukah badannya? Ia juga tidak bermain basket seperti biasanya dengan teman-temannya.

Naya menggeleng cepat. "Bukan, g-gue pengen pinjem sweater lo," lirih Naya ragu.

"Buat apa? Jangan, Nay. Sweater gue bau."

"Pinjem, pleaseee."

Walaupun tidak paham maksud Naya, Jeffin tetap melepas sweater-nya dan memberikannya kepada Naya. Naya langsung memeluk erat sweater Jeffin. Seperti mendapat sesuatu yang ia inginkan dari lama. "Hmmmmm, hftgrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr-=gsarumnyaaa. Lo ganti parfum ya, Jef?" Naya mengendus kuat sweater Jeffin.

Jeffin menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu. "G-gue pakai parfum yang biasa, kok," jawab Jeffin ragu. Naya menghentikan aktivitasnya sejenak karena perkataan Jeffin. Melebarkan pupil mata tanda tidak percaya. 

"Bodo amat lo mau pakai parfum apa. Yang penting ini wangi banget! Lebih wangi dari harum apapun yang pernah gue cium!" Naya kembali memeluk erat sweater Jeffin. Tersenyum sangat lebar sampai bola matanya tidak kelihatan lagi.

YOU CAN TRUST METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang