5. Penasaran

80 11 1
                                    

"Gue turut prihatin atas kejadian yang menimpa lo, Bro." Devan merangkul dan menepuk-nepuk pundak Jeffin. "Gue juga waktu itu gak tau, makanya gue ajak lo ke markas belakang," lanjut Henry. Yang Henry maksud adalah saat ia mengajak Jeffin untuk pergi ke gudang belakang, tempat mereka biasa berkumpul tempo hari.

"It's fine, Hen. Gue kan waktu itu emang belum cerita ke lo sama Devan. Bahkan sama Asta aja belum. Gue baru cerita sama Asta, pas gue pergi dari markas," jelas Jeffin.

"Terus sekarang gimana keadaanya Naya, Jeff?" Walaupun berbeda kelas dengan Jeffin dan Naya, siapa yang tidak tahu Naya. Hampir satu sekolah tahu Naya karena hampir setiap semesternya Naya selalu menyabet piala dan piagam penghargaan akademik.

Jeffin menjelaskan semuanya dari awal hingga akhir. Dari perilaku Naya yang seakan menjalani hidup normal seperti biasa. Naya yang seakan tidak pernah menganggap kejadian itu terjadi. Naya yang malah menguatkan Jeffin. Sampai kejadian hari ini, semua Jeffin ceritakan.

Jeffin menyeruput kopinya. "Waktu tadi pulang kumpul klub, Naya masuk angin. Dia muntah-muntah. Mukanya udah pucat banget. Tapi tiba-tiba berubah drastis waktu meluk-meluk sweater gue. Mukanya jadi sumringah banget. Kayak lupa aja abis muntah-muntah."

Asta, Devan dan Henry serentak tertawa. Cerita yang awalnya sedih, malah berujung lucu karena mendengar kalimat memeluk sweater Jeffin. "Yang bener aja lo. Sweater lo kan bau apek," ejek Asta. Devan dan Henry ikut tertawa lagi.

Jeffin menghela nafas jengah karena ketiga temannya menertawainya. "Yeh, gue juga tahu kalo gue bau apek. Tapi Naya bilang sweater gue harum masa? Aneh kan?"

"Wah ada yang aneh nih sama Naya. Bisa-bisanya sweater Jeffin disebut harum," ledek Henry.

"Bentar, guys. Tadi lo bilang Naya muntah-muntah, terus perilakunya aneh?" tanya Asta tiba-tiba. Wajahnya berubah menjadi sangat serius. Devan dan Henry pun ikut menegapkan posisi duduknya. Fokus menatap ke arah Jeffin. Jeffin kemudian mengangguk.

Setelah melihat Jeffin mengangguk, kini Devan, Henry dan Jeffin beralih menatap Asta. Penasaran mendengar kalimat apa yang diucapkan Asta selanjutnya. "Kok kelakuannya sama kayak tante gue yang hamil muda ya?" tanya Asta tanpa ragu. 

Devan memukul lengan Asta tanpa ragu juga. "Gak usah ngaco lo, Ta. Lo bisa bikin Jeffin khawatir tau gak?" Omongan Devan benar adanya. Seketika wajah Jeffin berubah menjadi khawatir. Pikirannya sudah berkelana kemana-mana. Takut hal yang tidak diinginkan itu malah terjadi.

Jeffin menatap Asta serius. "Emang tante lo perilakunya kayak gimana?"

Asta kemudian menceritakan semuanya dengan detail. Tantenya yang baru menikah sekitar 6 bulan itu, telat datang bulan, lalu muntah-muntah. Awalnya tantenya mengira itu masuk angin biasa, tapi lama kelamaan tantenya juga menunjukan ciri-ciri orang hamil lainnya.

Seperti sering buang air kecil, sering sakit pinggang, menjadi banyak makan dan ngidam yang aneh-aneh. Kadang ngidam makanan atau bisa ngidam yang lainnya. Terakhir kali ngidam, minta dipeluk suaminya seharian penuh. 

"Ya walaupun kita tahu lo suka pake parfum mahal, tapi gak mungkin Naya secandu itu sama sweater lo, Jeff. Terlebih lagi sebelum kejadian itu, kalian kan jarang ngobrol? Masa Naya seterang-terangan itu?" ucap Henry, membuat teman-temannya berpikir keras. "Kalau dari medis solusinya gimana, Dev? Keluarga lo kan dokter semua," lanjut Henry.

Kini pandangan Jeffin, Asta dan Henry beralih menatap Devan serius. Berharap Devan mengetahui sesuatu dari pandangan medis yang siapa tahu bisa menjadi solusi. "Gue gak bisa nyimpulin secara pasti karna gue bukan dokter kandungan. Yang bisa gue saranin untuk saat ini, positif thinking aja kalau Naya masuk angin. Coba kasih obat masuk angin dulu," jelas Devan.

YOU CAN TRUST METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang