13. Salam Manis Perpisahan

43 8 1
                                    

Setelah pelajaran terakhir usai, Jeffin segera membereskan barang-barangnya. Memasukan semua barangnya ke dalam tas. Kemudian berjalan ke meja Naya. Membantu Naya membereskan barang-barangnya. 

Bukannya keluar kelas seperti yang lain, Jeffin malah duduk di kursi Clara-teman sebangku Naya. "Loh kok malah duduk?" tanya Naya heran. Jeffin menarik pelan lengan Naya yang sudah berdiri, siap untuk ke ruang klub.

"Aku mau disini dulu sama kamu, Nay," lirih Jeffin pelan. Naya kembali duduk, menatap Jeffin dengan tatapan menyidik. Kali ini apa lagi yang terjadi pada Jeffin? Kenapa banyak sekali rintangan yang menerpa Jeffin? Alih-alih menemukan jawaban atas pertanyaan dipikirannya, Naya malah menemukan luka di sudut bibir Jeffin.

Tanpa ragu, Naya menyentuh bagian bawah sudut bibir Jeffin. "Ini kenapa?! Kamu berantem sama siapa lagi?!" Jeffin menarik tangan Naya perlahan turun. "Aku bakal cerita, tapi nanti ya," jawab Jeffin.

Sore hari, tepat jam setengah empat sore, hanya tinggal Jeffin dan Naya di kelas itu. Sinar matahari sore mulai menyisingkan, menembus hingga cahayanya sampai ke papan tulis kelas. Suara deru angin sore terdengar nyaring. Ditambah dengan kicauan burung-burung memperindah suara-suara yang dibuat oleh alam itu.

"Kita tinggal beberapa hari lagi disini, Nay. Coba resapi kelas ini, dihari-hari terakhir ini."

Naya mengedarkan pandangannya ke sekeliling kelas. Walau baru ia tempati selama setengah semester, tapi setiap sudut ruangan ini cukup memberi kenangan baginya. Menatap papan tulis, yang setiap pagi selalu ia beri hari dan tanggal. Menatap meja guru yang sering ia rapihkan dikala ia senggang. Menatap papan jadwal pelajaran yang suka sekali ia tatap saat datang dan pulang.


Bu Yanti-Guru matematika menggebrak papan tulis dengan penggaris kayu raksasa andalannya. Membuat seisi kelas kaget dengan suaranya. Fokus semua siswa pun kembali. Kemudian Bu Yanti mulai menuliskan satu soal di papan tulis. Hanya hitungan jari saja, siswa yang mau menguliknya. Sisanya pikirannya sudah ke arah pulang karena bel pulang sudah berbunyi sedari tadi.

"Ibu tidak akan memulangkan kelas ini, kalau belum ada yang bisa menjawab soal ibu!" ucap Bu Yanti tegas dengan suara khasnya. Seisi kelas mengeluh bersamaan. Pikirannya sudah melayang ingin pulang, tapi kenapa Bu Yanti malah memberi soal.

Berbeda dengan Naya. Saat Bu Yanti menulis soal, ia juga ikut menulis soal di buku catatannya. Saat Bu Yanti selesai menulis soal, ia langsung mengerjakan soal itu. Mencoba berbagai cara yang diperbolehkan untuk menyelesaikan soal itu.

Lima menit berlalu. Naya kemudian meletakkan pensilnya di meja. Menghela nafas panjang. Menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga. Dengan langkah gugup pergi ke depan kelas membawa buku catatannya dan mulai menuliskan apa jawaban yang ia dapat dari hasil pikirannya sendiri.

Bu Yanti memperhatikan cara pengerjaan hingga jawaban akhir yang Naya buat dengan seksama. "Ya, jawabannya betul! Bersyukur kalian, ada Naya dikelas kalian! Baik kalau begitu, kelas sampai disini. Sampai jumpa lagi." Sepeninggalan Bu Yanti, semua orang riuh karena kegirangan.

"Huaaaa Naya terbaik!!"

"Naya keren banget!!"

"Thank u, dewi matemathics!"

"Naya penyelamat kelass!"

Riuh para siswa memuji kecerdasan yang dimiliki oleh Naya. Naya tersenyum bangga karena jernih payahnya. Tidak sia-sia ia sering mencoba mengerjakan soal satu tingkat di atasnya. "Syukur kalau aku bisa bantu kalian," ucap Naya direspon riuhan kelas lagi.


Ingatan Naya kembali berputar saat ia menjadi satu-satunya orang yang bisa mengerjakan soal Bu Yanti. Sudut bibirnya terangkat mengingat kenangan itu. Naya tersenyum simpul, saat suara orang-orang memujinya masih terdengar jelas di telinga. Sama dengan Naya, Jeffin juga memutar kembali ingatan-ingatannya disini.

YOU CAN TRUST METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang