14. Sweet Home

52 7 1
                                    

Jeffin menuruni tiap anak tangga dengan membawa dua koper dan satu ransel. Nadin histeris, meminta untuk Jeffin tetap tinggal disana. Sesuai kesepakatan, mulai hari ini Jeffin akan pindah ke rumah Naya di luar kota. Menemani Naya yang sudah lebih dulu sampai disana. Seluruh administrasi perpindahan sekolah mereka sudah selesai. Beberapa hari yang lalu, mereka resmi keluar dari sekolah.

"Jef, jangan tinggalin Mamah, sayang. Biar Naya tinggal disini aja. Jeffin jangan pergi," pinta Nadin sambil terus menggandeng tangan anak kesayangannya itu.

"Mah, maafin Jeffin. Jeffin cuma mau bertanggungjawab atas apa yang udah Jeffin lakuin, Mah. Jeffin, bener-bener minta maaf. Jeffin janji, sesekali Jeffin bakal dateng kesini, ketemu sama Mamah." Jeffin mengelus punggung Nadin lembut.

"Gak usah! Mamah udah enggak perlu anak kayak kamu lagi! Kamu enggak perlu repot-repot dateng kesini lagi! Kamu udah enggak di terima dirumah ini lagi!" bentak Tama pada Jeffin membuat tangis Nadin semakin histeris.

"Pah! Papah apa-apaan! Jeffin, anak kita satu-satunya, Pah!" Suara Nadin tidak kalah tinggi dari suara Tama. Nadin benar-benar sedih karena Jeffin harus tinggal dengan Naya dan meninggalkan rumah.

"Cih... anak satu-satunya tapi kelakuan gak kayak anak!"

Ucapan Tama membuat Nadin kesal dan memukul lengan Tama lemah. "Pah! Papah kalau tetep ngebiarin Jeffin pergi, Mamah juga bakal pergi! Mamah bakal ikut Jeffin!"

Jeffin kaget karena perkataan Nadin. Jeffin yakin, Nadin bicara seperti itu karena sangat emosional. Jeffin sebisa mungkin berusaha menenangkan Nadin. Jeffin bisa saja membawa Nadin ikut bersamanya, tapi ia tidak mau Nadin berpisah tinggal dengan Tama.

 "Mah, Mamah disini aja temenin Papah. Jeffin gak apa-apa, kok. Nanti kalau Papah kenapa-napa siapa yang jagain Papah?" Ucapan tulus Jeffin dibalas seringai oleh Tama.

"Taruh kunci mobil, motor sama atm kamu dimeja!" titah Tama. Jeffin kemudian memberikan semua yang diminta oleh Papahnya. Jeffin memberikan satu kunci mobil sport, dua kunci motor sport hadiah ulang tahunnya dan empat kartu debit yang diberikan Tama dulu.

Jeffin yakin, ini semua tidak ada apa-apa dibandingkan dengan Naya. Naya lah yang patut Jeffin perjuangkan. Walaupun Jeffin sekarang tidak memiliki apa-apa lagi, Jeffin tidak takut karena memiliki Naya disampingnya. Setidaknya ia memiliki beberapa tabungan diluar kartu debit yang Tama berikan.

Rencananya setelah ini ia akan bekerja. Mencari nafkah untuk menghidupi keluarga kecilnya. Mungkin saja, Naya masih dihidupi oleh orangtuanya. Tapi Jeffin tidak ingin terus-menerus bergantung pada orangtua Naya. Ia akan mencari pekerjaan, walaupun hasilnya tidak seberapa. Jeffin sadar, orang yang belum lulus SMA seperti dia, tidak bisa berharap lebih pada pekerjaan. Tapi ia juga tidak akan patah semangat.

Setelah berpamitan dengan Mamahnya, Jeffin keluar dari rumah.  Di depan gerbang, Asta sudah menunggu dengan mobilnya. Jeffin meminta tolong kepada Asta untuk mengantarkan dirinya, ke rumah baru Jeffin dan Naya. Rumah milik Arhan yang dijanjikan.

"Are u okay, bro?" tanya Asta saat Jeffin memasuki mobilnya. Dibalas anggukan oleh Jeffin.

Pasalnya dari mobil, Asta melihat begitu histerisnya Nadin tidak rela anak tunggalnya pergi. Bahkan Tama harus susah payah membawa Nadin masuk. Jeffin menatap lagi rumah besar tempatnya lahir dan tumbuh hingga saat ini. Jeffin tidak benar-benar meninggalkan rumah ini. Suatu saat nanti, ia berjanji, ia pasti akan kembali lagi kesini.

Saat-saat seperti ini, hanya Asta, Devan, Henry lah yang Jeffin percaya. Tapi Devan dan Henry memiliki urusan lain sehingga tidak bisa membantu Jeffin. Makanya Jeffin hanya bisa meminta bantuan pada Asta. Jarak rumahnya ke rumah Arhan adalah 2 jam perjalanan. Tidak mungkin ia berjalan kaki ke rumah Arhan. 

YOU CAN TRUST METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang