9. Janji Jeffin

68 11 0
                                    

"Tapi aku belum siap, Tan. Aku takut...," ucap Naya melemah.

Dira meraih lengan atas Naya. Memijat-mijat lengan Naya pelan. "Gak ada salahnya kamu cerita dulu semuanya ke dia. Tante pikir, sepertinya Jeffin bukan orang yang jahat. Kalau sampai dia gak mau tanggungjawab, tante yang bakal maju. Dan sebaiknya kamu kasih tahu keberadaan kamu sekarang. Kayaknya dia khawatir banget."

Naya mengangguk. "Aku bakal cerita ke Jeffin, tapi gak sekarang. Nanti kalau Jeffin ke sini, tante jangan bilang apa-apa ke dia ya?"

Dira tersenyum. "Pasti."

"Satu lagi. Aku minta tolong ke Tante, tolong jangan kasih tahu Papih dan Mamih dulu. Biar aku dan Jeffin yang kasih tahu mereka." Dira mengangguk paham. Ia menghargai segala keputusan Naya. Namun, ia masih menyayangkan kalau Naya dewasa karena dipaksa keadaan.

Remaja 18 tahun seperti dia, seharusnya menikmati masa-masa indah. Masa-masa mengejar mimpinya. Bukan malah dipusingkan mencari jalan keluar atas kehamilannya yang tidak disengaja. Berbicara soal mimpi, Dira jadi teringat lagi mimpi Naya.

"Jadi, apa kamu udah ada gambaran buat ke depannya?"

"Gambaran untuk kedepannya yang pasti bakal aku pikirin bareng Jeffin, Tan. Tapi aku mau menangin olimpiade sains dulu, Tan," tegas Naya dengan percaya diri.

Benar saja dugaan Dira. Naya masih memiliki segudang wishlist yang ingin diwujudkan. Contohnya memenangkan olimpiade sains yang akan dilakukan sebentar lagi. Dira kagum. Walau disaat genting seperti ini, Naya masih tidak menyerah dalam menggampai satu-satu persatu mimpinya.

"Janji ya, jangan kecapean."

***

"Jadi gimana, Jef? Udah ada kabar dari Naya belum?" tanya Asta khawatir. 

Sekarang Asta, dan Henry sudah berada di apartemen Jeffin. Menemani Jeffin yang sedari pulang sekolah tadi, masih panik soal Naya. "Lo mending makan dulu, gih. Lo kan daritadi belum makan. Jangan sampe lo sakit, Jef," tukas Henry.

Memang sejak kejadian tadi pagi, Jeffin belum makan sama sekali. Bahkan memakan sedikit cemilan pun tidak. Saking khawatir Jeffin sampai sekarang belum menerima kabar Naya. Ia belum bisa tenang kalauu belum mendapatkan kabar yang pasti dari Naya.

"Tapi Hen, gue gak bisa makan sebelum dapet kabar kalau Naya baik-baik aja. Gue bingung harus ngapain. Gue gak bisa diem-diem di apart terus kayak gini," ucap Jeffin.
Jeffin sedari tadi terus mondar-mandir tidak karuan.

Sudah hampir 5 tahun bersahabat dengan Jeffin, baru kali Asta dan Henry melihat Jeffin sepanik ini. Apalagi menyangkut soal perempuan. Biasanya Jeffin tidak pernah ribut sudah perempuan. Tapi Asta dan Henry bisa mengerti. Mungkin karena kejadian di apartemen, membuat Jeffin merasa bertanggungjawab penuh pada Naya.

"Terus lo sekarang mau gimana? Mending sekarang lo makan dulu. Abis itu kita bantu cari Naya di semua rumah sakit yang ada disini," ucap Asta.

"Nah, bener tuh kata Asta. Kita bakal bantu lo, tapi lo makan dulu. Kalau lo gak makan, gue ogah bantuin lo," celetuk Henry.

"Beneran lo pada mau bantuin gue?" Asta dan Henry mengangguk. Jeffin terharu mendengar perkataan kedua sahabatnya itu. Asta dan Henry, mengesamping urusan lainnya hanya untuk menemaninya disini.

Drrrttt drtttt

Jeffin langsung menyambar ponselnya yang berbunyi itu. Ia membaca pesan dengan seksama. Ternyata itu pesan yang ia tunggu-tunggu sedari tadi. "Guys! Ada balesan dari Naya!" Teriak Jeffin bersemangat.

"Apa kata Naya?"

"Dia ada di RS Pelita Harapan. Gue kesana sekarang. Kalian disini aja!" Jeffin memakai jaket dan menenteng helmnya. Ia memilih memakai motornya karena sudah tidak sabar ingin melihat kondisi Naya.

YOU CAN TRUST METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang