-StepMother
"Kau sangat merepotkan!" Tzuyu hampir mengumpat. Dimana posisi dirinya sedang mengendarai mobilnya, membawa gadis ini pulang di tengah-tengah pesta. "Kenapa kau selalu memaksa ku?!"
"Aniya, aku tidak memaksamu. Aku ingin pulang ke rumah. Aku merindukan rumah ku. Hiks, aku merindukannya." Dengan lesu, Sana mulai menangis dengan mata terpejam.
Tzuyu terdiam, gadis periang ini sangat menyedihkan sekarang. Air mata itu terlihat membasahi pipinya, memancarkan aura rasa sakit yang terpendam. "Huft, beritahu yang mana rumahmu sekarang?" Tzuyu memelankan mobilnya, menelusuri jalanan sepi dengan rumah-rumah penduduk di kiri kanan nya.
"T-tadi aku sudah memberitahu." Sana bersandar lemas pada jok mobil, untungnya Tzuyu sempat memakaikan sabuk pengaman untuk gadis itu. Kalau tidak, mungkin ia sudah terjatuh ke depan.
"Kau hanya memberitahu alamatnya, sekarang apakah aku harus mendatangi satu-persatu rumah di sini?!" Untuk kesekian kalinya Tzuyu menghela nafas, sungguh-gadis ini sangat amat merepotkan. Ia melirik jam, sudah menunjukkan pukul dua. Ini sudah dini hari dimana seharusnya ia dan Jihyo kembali ke rumah.
"Cari saja nomor rumah 49." Kata-kata terakhir Sana sebelum ia terlelap begitu saja. Ia mendengkur halus dengan bekas air mata yang mulai mengering, sungguh terlihat menyedihkan.
-•••-
Jihyo menggila, ia menari-nari tanpa beban bersama Jay. Ia hanya ingin mabuk sedikit. Persetan dengan larangan Tzuyu untuk tidak ikut menari bersama kerumunan orang-orang mabuk yang terlihat liar ini.
"WOHOOOO!" Teriaknya lantang.
Gadis yang malang, bersenang-senang alibi untuk memadamkan api yang membakar hatinya. Kalau boleh bilang, ia terpaksa melakukan ini. Tapi dadanya terlanjur sesak, ia marah.
"Wah Jihyo, kau terlihat melepaskan semua bebanmu. Mari bersenang-senang!" Jay berteriak di akhir kalimatnya, menari mengikuti irama musik dengan semakin sembrono.
-•••-
"Sana, hey bangun. Aish, ya sudahlah." Tzuyu mengerang frustasi. Ia pun turun dari mobil dan langsung memencet bel rumah. Setelah menunggu sekitar 7 menitan, seorang pria paruh baya buru-buru membukakan pagar. Tatapannya terlihat masam dan tak bersahabat.
Belum sempat Tzuyu mengucap salam pada yang lebih tua, pria tadi meninggikan suaranya. "Hey, berandal! Kau apakan putriku?!" Dilihatnya putri semata wayangnya terbaring tak berdaya di jok mobilnya. Amarahanya meluap, tak peduli dengan Tzuyu yang sedang berpakaian formal. Bak CEO muda. "Sialan, kau apakan dia?! Berani-beraninya kau-"
PLAK!
Sebuah tamparan melayang begitu saja, membuat Tzuyu oleng dan merasakan pipinya panas dan perih.
PLAK! PLAK! PLAK!
Kali ini tamparannya bertubi-tubi bak orang kesetanan, Tzuyu oleng dan terduduk. Bahkan ujung bibirnya mulai merilis darah segar dari luka yang disebabkan tamparan brutal barusan.
"YAKKK, HENTIKAN!" Sebuah teriakan menginterupsi amukan brutal ayah Sana. "Kau benar-benar gila Amber, benar-benar gila." Kini wanita berumur keluar dengan tergesa-gesa. Kalang kabut dan segera menghampiri Tzuyu yang melemas.
Telinga Tzuyu serasa berdengung, pipinya panas dan terasanya linu. Dengan sisa kesadarannya gadis itu berdiri sembari menggerak-gerakkan rahangnya tatkala seluruh wajahnya terasa kaku, "Sshhh.." Ia mendesis.
"Amber masuk sekarang!" Wanita tadi yang tak lain bernama Krystal segera mendorong paksa suaminya yang nampak masih berapi-api itu untuk masuk. Dengan kasar, Amber menampik tangan Krystal dan langsung menghampiri Sana. Ia membuka pintu mobilnya dan menggendong Sana, menutup pintu mobil dengan kasar menggunakan kaki lalu masuk.
Lalu Krystal kembali menghampiri Tzuyu dengan tatapan panik, "Astaga nak, ya ampun.." Dengan mata berkaca-kaca ia memegang kedua lengan Tzuyu, juga memeriksa seluruh tubuh gadis itu memastikan tidak ada luka lain.
"Tidak apa-apa bibi, saya baik-baik saja." Ungkap Tzuyu merasa iba dengan wanita di depannya ini.
Ia cantik dengan keriput tipis di wajahnya, namu di sisi lain juga terpancar secercah guratan murung dan menyedihkan. Tubuhnya nampak kurus dengan rambut kusut yang dikuncir sembarangan. Tak lupa kantung mata yang menghitam menambah kesan melas pada dirinya.
Sedetik kemudian, Krystal membawa Tzuyu ke rengkuhannya. Dipeluknya erat gadis jangkung itu, seakan lega gadis itu tak terluka lebih banyak lagi. Tak tahan membendung kesedihannya, Krystal menangis tersedu-sedu.
"Bibi? Kenapa menangis?" Tzuyu segera mengelus lembut punggung Krystal sembari menepuknya lembut, barangkali bisa membuat wanita ini lebih tenang.
Tak ada respon, hanya tangisan yang pecah sendari tadi. Hingga Krystal berhenti menangis dan melepas pelukannya, wanita itu mundur satu langkah. Ia tersenyum pilu, "Terimakasih banyak nak, maaf ya untuk kejadian barusan. Hati-hati di jalan, selamat malam." Diakhir dengan bungkukkan sekilas sebelum Krystal masuk ke dalam dan menutup pagarnya.
Tzuyu hanya diam, mencoba mengerti ada apa. Namun lamunannya tersadar, dilirik kembali arloji kecil di tangannya. Matanya melotot, sudah pukul tiga. Sedetik kemudian, ia yang kalang kabut. Berlari masuk ke mobil dan meraih ponselnya. Sialan, enam panggilan tak terjawab sejak tiga puluh menit yang lalu. Lalu jari gugupnya membuka pesan dari kekasihnya.
'Tak perlu repot-repot, sudah dijemput ayahmu. 👍'
Seketika tubuh gadis itu tak bertenaga, ia mengutuk dirinya sendiri. Terlalu sibuk sendiri hingga melupakan kekasihnya. "Astaga.." Tzuyu menutup matanya sejenak sembari menenangkan diri, kemudian mulai menyalakan mobilnya dan pulang. Sudah hampir pagi, udara sangat menusuk tulangnya. Membuat bulu kuduknya meremang dan telinganya memerah. Sungguh malam yang sangat kacau, Tzuyu akui itu.
- To Be Continued -
Kangen kalian huee, kritik sarannya juseyoooo. 🙌
KAMU SEDANG MEMBACA
StepMother [JiTzu]
Fanfiction[𝑶𝒏 𝑮𝒐𝒊𝒏𝒈✓] ',--JiTzu Story' "Sudah kubilang, bukan kodrat kita untuk saling mencintai!" Dengan intonasi yang terkesan menekankan sekali lagi, Tzuyu menjawab pertanyaan Jihyo yang memang sebelumnya sudah ia ulangi berkali-kali. "Lihatlah, kau...